REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo mengatakan,
saat ini KPK terus berupaya meningkatkan kesadaran Penyelenggara Negara melaporkan harta kekayaan melalui Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Karena sampai saat ini pelaporan LkHPN pejabat negara masih rendah.
"Di tahun 2017 ini, KPK masih mendapati kepatuhan pelaporan harta oleh anggota legislatif di daerah masih rendah yaitu sekitar 28 persen," kata Agus dalam Konferensi Pers Kinerja KPK Tahun 2017 di Gedung Penunjang KPK, Jakarta, Rabu (27/12).
Sehingga, KPK terus berupaya memberi pemahaman pentingnya melaporkan harta kekayaan sebagai instrumen transparansi bagi pejabat publik.Dalam upaya meningkatkan kepatuhan LHKPN, KPK melakukan inovasi dan upaya menyederhanakan pelaporan LHKPN dengan meluncurkan aplikasi LHKPN elektronik (LHKPN-el).
"Aplikasi tersebut dapat diakses melalui tautan https://elhkpn.kpk.go.id/. Efektif mulai 1 Januari 2018 seluruh wajib LHKPN dapat melaporkan hartanya dengan aplikasi tersebut secara periodik pada 1 Januari hingga 31 Maret setiap tahunnya," tutur Agus.
Dari 14 jenis dokumen pendukung yang harus dilampirkan, wajib lapor kini hanya perlu melampirkan satu jenis yaitu dokumen kepemilikan harta pada lembaga keuangan. Itu pun cukup disampaikan satu kali saat wajib LHKPN pertama kali melaporkan harta dengan aplikasi e-lhkpn.
Diketahui, tahun ini KPK telah menerima sebanyak 245.815 LHKPN, yang terdiri dari 78,69 persen dari 252,446 wajib lapor di tingkat eksekutif, sebanyak 30,96 persen dari 14,144 wajib lapor di tingkat legislatif, sebanyak 94,67 persen dari 19,721 wajib lapor di tingkat yudikatif, dan 82,49 persen dari 29,250 wajib lapor BUMN/BUMD.
Selain kepatuhan LHKPN, KPK juga mengimbau Pegawai Negeri untuk menolak setiap pemberian gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan. Data Direktorat Gratifikasi, KPK telah menerima sebanyak 1.685 laporan, 551 di antaranya dinyatakan milik negara, 37 ditetapkan milik penerima dan 278 laporan masih dalam proses penelaahan.
Bila dilihat dari instansi pelapor, BUMN atau BUMD merupakan institusi paling banyak yang melaporkan gratifikasi dengan 667 laporan, diikuti kementerian dengan 447 laporan, dan pemerintah daerah dengan 239 laporan.
Dari laporan gratifikasi ini, total gratifikasi yang ditetapkan sebagai milik negara adalah senilai Rp114 miliar termasuk di dalamnya uang lebih dari Rp 4,4 miliar yang telah dimasukkan ke kas negara dalam bentuk PNBP dan selebihnya berbentuk barang senilai Rp 109 miliar.