Rabu 27 Dec 2017 23:50 WIB

KPK Akui Masih Minim Tindak Pidana Pencucian Uang

Pencucian uang, ilustrasi
Pencucian uang, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- KPK mengakui penanganan perkara yang dilakukan lembaga penegak hukum tersebut sepanjang 2017 masih minim yaitu hanya lima perkara, padahal potensi perampasan aset dari hasil perkara tindak pidana pencucian uang sangat besar.

"Perkara tindak pidana pencucian uang (TPPU) itu hanya 5, ya menurut saya masih rendah, ini perlu ada evaluasi, tapi TPPU juga tidak boleh dipaksakan tapi kalau ada unsur TPPU-nya maka akan diupayakan karena betul pengembalikan kerugian negara itu penting," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif dalam konferensi pers "Capaian dan Kinerja KPK 2017" di gedung KPK Jakarta, Rabu (27/12).

Secara total, pada 2017 KPK melakukan 114 kegiatan penyelidikan, 118 penyidikan, dan 94 kegiatan penuntutan, baik kasus baru maupun sisa penanganan perkara pada tahun sebelumnya. Selain itu juga melakukan eksekusi terhadap 76 putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.

"Bila dilihat dari jenis perkara, tindak pidana korupsi yang paling banyak terjadi adalah penyuapan dengan 93 perkara, diikuti pengadaan barang/jasa sebanyak 15 perkara, serta TPPU sebanyak lima perkara," tambah Laode.

Lima kasus TPPU yang ditangani KPK sepanjang 2017 antara lain adalah kasus pencucian uang yang dilakukan oleh Wali Kota Madiun Bambang Irianto, Bupati Nganjuk Taufiqurrahman, Kepala Sub Auditorat III B.2 Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Ali Sadli, pejabat eselon I BPK Rochmadi Saptogiri.

Berdasarkan data KPK, terdapat sekitar Rp 188 miliar telah dimasukkan ke kas negara dalam bentuk PNBP dari penanganan perkara, termasuk di dalamnya dari pendapatan hasil lelang barang sitaan dan rampasan dari perkara tindak pidana korupsi maupun tindak pidana pencucian uang sebesar Rp 82 miliar.

KPK melalui unit Pelacakan Aset, Pengelolaan Barang Bukti dan Sitaan (Labuksi) juga berusaha untuk mengoptimalkan pemulihan aset (asset recovery) dari perkara korupsi dan TPPU yaitu dengan melakukan lelang bersama DJKN Kementerian Keuangan, eksekusi barang rampasan juga dilakukan dengan pemanfaatan status penggunaan dan hibah.

Pola eksekusi ini digunakan karena mendesaknya kebutuhan pemerintah pusat atau pemerintah daerah terhadap barang rampasan negara baik barang rampasan negara yang bergerak maupun tidak bergerak untuk kegiatan pemerintahan.

Dari data penanganan perkara berdasarkan tingkat jabatan ada 43 perkara yang melibatkan pejabat eselon I hingga IV dan 27 perkara melibatkan swasta serta 20 perkara melibatkan anggota DPR/DPRD.

Selain itu, terdapat 12 perkara lainnya yang melibatkan bupati/walikota dan wakilnya dengan 11 orang bupati/wali kota tersangkut kasus korupsi ditambah satu orang gubernur. Di antara kasus-kasus yang ditangani tersebut, terdapat 19 kasus yang merupakan hasil tangkap tangan.

"Jumlah kasus tangkap tangan di tahun 2017 ini telah melampaui tahun sebelumnya dan merupakan terbanyak sepanjang sejarah KPK berdiri," ungkap Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan.

Dari 19 kasus tersebut, KPK telah menetapkan 72 orang sebagai tersangka dengan beragam profil tersangka, mulai dari aparat penegak hukum, anggota legislatif hingga kepala daerah. Jumlah tersebut belum termasuk tersangka yang ditetapkan kemudian dari hasil pengembangan perkara.

Pada kegiatan Koordinasi dan Supervisi Bidang Penindakan, KPK telah melakukan koordinasi sebanyak 183 penanganan perkara, dari 80 perkara yang ditargetkan pada 2017. Sementara supervisi dilakukan terhadap 289 perkara dari 164 perkara yang ditargetkan.

KPK berupaya mendorong penanganan perkara oleh penegak hukum lainnya dengan menjembatani perbedaan persepsi dan kendala lainnya melalui gelar perkara bersama, memfasilitasi ahli termasuk di dalamnya terkait perhitungan kerugian negara.

Dalam fungsi koordinasi dan supervisi, KPK juga membuat sistem pelaporan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) online alias e-SPDP untuk mensinergikan penanganan perkara korupsi di antara lembaga penegak hukum lainnya.

E-SPDP saat ini telah diimplementasikan di delapan instansi, yaitu Polda Jawa Timur, Kejati Jawa Timur, Polda Jawa Barat, Kejati Jawa Barat, Polda Sumatera Utara, Bareskrim Polri dan Jampidsus Kejaksaan RI. Pada 2017, KPK telah menerima pemberitahuan penyidikan tindak pidana korupsi dari aparat penegak hukum lain, yakni sebanyak 797 SPDP dari Kejaksaan, dan 350 SPDP dari Kepolisian.

KPK juga selalu berupaya meningkatkan kapasitas dalam penanganan perkara dengan menggelar Pelatihan Bersama Aparat Penegak Hukum pada 2017 yang digelar di Banten, Sulawesi Tenggara dan Sumatera Selatan. Pada kegiatan ini, diikuti 501 aparat penegak hukum dari Kepolisian, Kejaksaan, Penyidik TNI dan OJK, serta auditor pada BPK, BPKP dan PPATK.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement