Salah satu strategi kebijakan yang dijalankan Tim ekonomi Gus Dur sehingga sukses mempercepat pertumbuhan ekonomi dari negatif (-) 3% ke positif (+) 4,9%, dengan sambil mengurangi utang pemerintah, dan mencapai indeks Gini Ratio terendah (0,31) sepanjang sejarah Indonesia. Ini dilakukan melalui program restrukturisasi korporasi milik negara maupun unit usaha swasta. Antara lain Bulog, PT DI, PT PLN, pada UKM & Usaha Tani, PT Telkom & PT Indosat, Bank BII, serta pada Sektor Properti.
Ketika memberikan catatan pada acara ‘Khaul Kedelapan Gus Dur, Doktor Rizal Ramli, koordinator tim ekonomi di Kabinet Gus Dur 1999-2001, menyatakan terhadap Bulog -- yang pada masa Suharto dikenal sebagai lembaga yang sangat korup -- saat itu diubah oleh tim ekonomi menjadi lembaga yang transparan, profesional, dan akuntabel.
Langkah pertamanya adalah melakukan mutasi besar-besaran yang mencakup 5 pejabat eselon satu (Deputi) dan 54 pejabat eselon dua (Kepala Biro dan Kepala Dolog). Dari 26 Kepala Dolog, 24 di antaranya dipensiunkan atau dimutasi.
Total sekitar 80 karyawan di bawahnya dipensiunkan secara dini. Langkah berikutnya adalah memangkas rekening Bulog dari 117 rekening menjadi hanya 9 rekening.
Sistem pembukuan di Bulog yang tidak jelas standarnya diubah menjadi General Accepted Accounting Principles, sehingga dapat diaudit dan dipertanggungjawabkan. Ketika selesai dibenahi, Bulog surplus Rp 5 triliun (yang akhirnya malah dibelikan pesawat Sukhoi pada era setelah Gus Dur).
Hasilnya, stabilisasi harga beras di dapat berada di level rendah. Bulog di era Gus Dur juga mampu meningkatkan pembelian gabah, bukan beras, dari para petani. Hal ini untuk memotong kecurangan para tengkulak yang sebelumnya selalu membeli gabah petani, mengoplosnya dengan beras impor, baru menjualnya ke Bulog.
Langkah ini efektif karena gabah lebih tahan lama disimpan di gudang-gudang Bulog ketimbang beras. Langkah ini juga menguntungkan para petani, karena selama musim panen ketika harga gabah turun, Bulog terjun untuk menyerap dengan patokan harga dasar yang optimal. Sedangkan ketika masa paceklik gabah stok Bulog dilepas dan digiling di desa-desa untuk mencegah kenaikan harga beras.
Pada periode ini juga Bulog dilarang impor beras, hanya swasta yang boleh impor beras dengan dikenakan sedikit tarif (tanpa sistem kuota).
Akibat dari kebijakan ini, selama masa pemerintahan Gus Dur harga beras menjadi sangat rendah dan stabil. Seperti ditunjukkan gambar di bawah ini: