Kamis 28 Dec 2017 18:30 WIB

Mengenal Gaya Arsitektur Soudanese

Masjid Djenne, Mali, Afrika
Foto: wikipedia.org
Masjid Djenne, Mali, Afrika

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Untuk kasus Sub-Sahara Afrika, Cina, dan Asia Tenggara, masuknya Islam lebih banyak melalui tahapan yang disebarkan oleh kaum pedagang. Sebagai hasilnya, gaya arsitektur masjid di masing-masing kawasan tersebut pun sedikit banyak juga mengalami proses akulturasi dengan tradisi lokal.

Gaya bangunan dan material masjid- masjid tradisional di Afrika cukup variatif karena mengalami penyesuaian dengan kelompok etnis dan lingkungan setempat. Gaya arsitektur yang disebut Soudanese (berasal dari Sudan Barat--Red)menjadi salah satu yang paling terkenal.

Cakupan wilayah yang mendapat sentuhan gaya bangunan seperti ini pun ter- bilang luas.Mulai dari Senegal hingga ke Niger, Ghana, dan Pantai Gading. Masjid Agung Djenne di Mali termasuk pula di dalamnya.

Catatan ini setidaknya dapat menjelaskan mengapa arsitektur Masjid Agung Djenne di Mali secara eksplisit tidak sesuai dengan norma-norma yang telah menjadi blue print masjid pada umumnya, kata Cantone seperti dikutip laman Muslim Heritage.

Guru besar sejarah arsitektur dari Universitas California Berkeley, AS, Nezar al-Sayyad, mengungkapkan, ada beberapa faktor yang mendorong bangsa Arab melakukan ekspansi ke wilayah- wilayah lainnya.

Antara lain untuk menjalankan misi Ilahiah dalam menyebarkan syiar Islam, memelihara kekuasaan politik di bawah kontrol kelompok elite Arab, serta mendapatkan keuntungan dari sumber daya alam di tanah yang telah ditaklukkan.

Kendati demikian, ekspansi oleh bangsa Arab tidak selalu menghadapi konfrontasi di wilayah-wilayah yang mereka taklukkan.

Seperti di Damaskus dan Sisilia, dominasi bangsa Arab di sana justru membawa dampak yang jauh lebih positif dibandingkan eksploitasi yang kerap dilakukan oleh rezim Bizantium (Ro mawi Timur) pada masa-masa sebelumnya.Sebaliknya, penetrasi Islam di wilayah Sub-Sahara Afrika yang terjadi sekitar abad ke-9, justru bukan melalui misi penaklukan. Melainkan karena adanya hubungan perdagangan.

Pada zaman itu, wilayah tersebut memang termasuk salah satu kawasan yang lazim dilintasi oleh para kafilah dagang.Al-Sayyad men jelaskan, ada dua rute perdagangan yang ikut membentuk pengaruh Islam di Afrika Barat.

Yang pertama adalah jalur yang menghubungkan negeri-negeri Maghribi (Maroko, Aljazair, Tunisia, dan Libya) dengan pusat-pusat perda- gangan emas Berber-Afrika seperti negeri Soninke (Ghana sekarang).

Jalur perdagangan lainnya adalah rute timur yang menghubungkan Sudan Tengah, Kanem, Bornu, serta negara- negara Hausa dengan Libya, Tunisia, dan Mesir.

Meskipun terdiri dari berbagai daerah dan etnis, tapi salah satu faktor pemersatu Islam di Afrika adalah dom- inasi mazhab Maliki--yang kebanyakan diikuti oleh masyarakat Maghribi.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement