REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Plt Sekjen Komisi Independen Pemantau Pemilu (KIPP), Kaka Suminta, mengatakan masuknya beberapa nama perwira tinggi TNI/Polri merupakan bentuk kegagalan partai politik (parpol) dalam melakukan pengkaderan terhadap anggotanya. Pihaknya menilai pemberian kesempatan kepada perwira tinggi militer/kepolisian dalam politik akan berdampak buruk secara jangka panjang.
"Kami melihat adanya kegagalan pengkaderan oleh parpol. Setelah 20 tahun reformasi, parpol tidak bisa melakukan pengkaderan dengan baik. Bentuk kegagalan parpol semakin jelas saat menarik perwira yang masih aktif menjadi calon kepala daerah," ujar Kaka kepada wartawan dalam diskusi di kantor KIPP, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (28/12).
Menurut Kaka, baik polisi maupun TNI semestinya fokus saja terhadap tugas menjaga keamanan dan pertahanan negara. Jika dibiarkan masuk ke ranah politik, para perwira tinggi itu dikhawatirkan mendorong afiliasi (pertalian) politik tertentu kepada anggota TNI dan Polri lainnya.
"TNI dan Polri itu bersenjata, maka sebaiknya jangan menarik pihak-pihak yang bersenjata ke ranah politik. Jika nantinya mereka terlalu aktif di politik akan berdampak ketidaknetralan institusi mereka," tambah Kaka.
Sementara itu, anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Alfitra mengatakan pejabat tinggi kepolisian dan militer tidak dilarang untuk mencalonkan diri sebagai calon kepala daerah. Namun, pihaknya menyebut jika hal tersebut akan menjadi ujian bagi penyelenggara Pemilu.
"Ini ujian bagi penyelenggara, tetapi semua berhak mencalonkan diri, sebab memang sudah ada regulasinya. Hanya memang ada potensi-potensi bagi mereka (pejabat tinggi militer/kepolisian) mendapat isu-isu pelanggaran di daerah pemilihan masing-masing," ujar Alfitra.