REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Ancaman bencana erupsi Gunung Merapi harus selalu diwaspadai semua masyarakat, khususnya yang berada dan beraktivitas di lereng-lereng. Demi kurangi dampak negatifnya, peta kolaboratif dan arahan zonasi Kawasan Rawan Bencana (KRB) Merapi terus dikejar.
Sekretaris Bappeda Kabupaten Sleman, Arif Setio Laksito mengatakan, elemen-elemen terkait terus mengadakan pertemuan demi sepakati batas zona KRB Merapi. Termasuk, membandingkan aturan-aturan yang berlaku di Kawasan Rawan Bencana.
Aturan yang ada di antaranya Peraturan Presiden, Peraturan Daerah Kabupaten Sleman, Peta Arah Terdampak Erupsi dan Lahar Dingin Gunung Merapi. Ada pula Peta Kolaboratif Skala Besar Zona Rawan Bencana Erupsi Gunung Merapi.
"Setelah disepakati, kemudian disusun dalam bentuk Dokumen Peta Kolaboratif dan Arahan Zonasi," kata Arif dalam Ekspose Peta Kolaboratif dan Arhan Zonasi KRB Merapi di The Alana Hotel, Kamis (28/12).
Arif turut memaparkan poin-poin arahan zonasi sebagai arahan pengelolaan kegiatan KRB di antaranya zona L1 dan L2 dilarang untuk permukiman. Sedangkan, zona L4 diperbolehkan untuk rumah yang sudah terbangun dan aman pada erupsi Merapi 2010 lalu.
Kegiatan perkantoran akan diarahkan ke kawasan budidaya, dan zona lindung terbatas untuk kantor pemerintahan setempat. Kegiatan perdagangan dan jasa akan diarahkan ke kawasan budidaya B2 dan B2, dan kegiatan peternakan dibatasi kepada peternakan eksisting.
Selain itu, kegiatan pariwisata diarahkan dalam bentuk wisata alam dengan ketentuan-ketentuan hanya untuk sarana dan prasarana minimal. Ada pula wisata budaya yang hanya dilakukan pada masa-masa tertentu yang diperbolehkan.
Zona lindung diarahkan untuk tempat evakuasi sementara, penyediadaan sarana air baku dan kegiatan tidak terbangun. Sedangkan, kegiatan industri dibatasi kepada skala industri rumahan yang dilakukan penduduk setempat dengan memperhatikan kearifan lokal.
"Apabila ingin mengembangkan industri tersebut dalam skala yang lebih besar, harus mencari lokasi yang tidak termasuk dalam deliniasi Peta Kolaboratif," ujar Arif.
Sementara, Sekretaris Daerah Kabupaten Sleman, Sumadi mengingatkan, keberhasilan Pemkab Sleman dalam penanganan bencana erupsi Gunung Merapi 2010 lalu harus ditindaklanjuti langkah-langkah pascabencana. Salah satunya, dengan penentuan zonasi KBR Gunung Merapi.
Ia berharap, seluruh masyarakat dan pemangku kebijakan mampu bekerjasama dalam rangka membangun komitmen penanganan mitigasi bencana Gunung Merapi. Terlebih, ada kolaborasi dengan Pemkot Kagoshima Jepang yang memiliki potensi bencana serupa tentang mitigasi.
"Setelah bencana usai, beberapa upaya masih kita lakukan, salah satunya dengan melakukan penataan ruang dan wilayah di Kabupaten Sleman untuk mengurangi risiko bencana," kata Sumadi.