Jumat 29 Dec 2017 07:30 WIB

Facebook Tutup Akun Presiden Muslim Chechnya, Ada Apa?

Rep: Crystal Liestia Purnama/ Red: Teguh Firmansyah
Ramzan Kadyrov bersama Vladimir Putin
Foto: [ist]
Ramzan Kadyrov bersama Vladimir Putin

REPUBLIKA.CO.ID, GROZNY -- Platform media sosial Facebook dan Instagram menonaktifkan akun pemimpin kuat Republik Chechnya Ramzan Kadyrov sejak 23 Desember lalu. Hal ini memicu banyak orang bertanya-tanya maksud perusahaan layanan jejaring sosial yang berbasis di California, Amerika Serikat (AS) tersebut. Padahal Kadyrov adalah salah satu pengguna aktif dengan memiliki empat juta pengikut.

Ketika akun Kadyrov ditutup secara tiba-tiba, orang-orang memperhatikannya. Presiden Chechnya tersebut telah lama menjadi pengguna media sosial yang produktif, dia mengisi akunnya dengan foto-fotonya memeluk kucing, mengangkat barbel dan juga pernah mengunggah puisi tentang Presiden Rusia Vladimir Putin.

Adapun menurut laporan The New York Times, Jumat (29/12), juru bicara Facebook menjelaskan bahwa akun Kadyrov dinonaktifkan karena dia telah ditambahkan ke dalam daftar sanksi oleh AS.

Sehingga perusahaan tersebut memiliki kewajiban untuk bertindak. Kadyrov dilaporkan telah terlibat dalam tindakan penyiksaan, penculikan dan pembunuhan, di antara pelanggaran hak asasi manusia lainnya.

Namun demikian penutupan akun itu tidak terjadi pada pemimpin-pemimpin lain yang juga termasuk dalam daftar sanksi. Termasuk Presiden Venezuela Nicolas Maduro dan banyak pejabat pemerintahannya.

Langkah Facebook dalam melawan politisi Muslim tersebut merupakan tindakan terbaru dalam proses pengambilan keputusan yang tampaknya sewenang-wenang dan seringkali buram. Hal ini menarik kritikan luas untuk raksasa media sosial tersebut.

Facebook telah diserang karena mengizinkan penyebaran berita palsu di platformnya, dengan responsnya yang terbatas. Dalam kasus ini, dikatakan bahwa secara hukum wajib bertindak karena sanksi keuangan dan standar yang belum diterapkan secara merata, yang menurut para ahli mungkin tidak dapat dipertahankan.

"Undang-undang sanksi ini hanya ditulis untuk satu tujuan, digunakan untuk menekan pembicaraan dengan sedikit pertimbangan mengenai nilai-nilai ekspresi kebebasan dan tujuan khusus untuk menghalangi ucapan, berlawanan dengan pemblokiran perdagangan atau pendanaan karena sanksi tersebut dirancang untuk dilakukan. Ini benar-benar bermasalah," kata staf pengacara untuk proyek Ucapan, Privasi dan Teknologi di Serikat Kebebasan Sipil AS Jennifer Stisa Granick.

Facebook yang juga memiliki Instagram itu tidak memiliki seperangkat aturan yang komprehensif untuk mengatur penghapusan akun atau unggahan. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement