REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Institut Media Sosial dan Diplomasi, Komunikonten, mengusulkan agar pemerintah bersama pihak provider media sosial (medsos) bisa mengantisipasi lebih dini berbagai konten negatif yang tidak pantas dan mengancam bangsa Indonesia. Hal ini terkait banyaknya konten negatif yang tersebar di media sosial selama 2017, baik pornografi, hoax hingga ujaran kebencian.
Direktur Eksekutif Komunikonten, Hariqo Wibawa Satria mengungkapkan contoh di media sosial Twitter saja masih banyak akun Twitter maupun akun medsos lainnya yang menulis, menggunggah konten tidak pantas. Bahkan tak ketinggalan sekelas portal Kementerian Luar Negeri @Portal_Kemlu_RI sempat kecolongan dengan unggahan konten porno dan akun Twitter Sekretariat Kabinet @Setkabgoid salah unggah kutipan Presiden Jokowi.
Untuk itu, ia menyarankan perlunya filter lebih kuat soal konten negatif di media sosial ini. Di antaranya memberikan peringatan sebelum sebuah konten diunggah oleh pengguna medsos. "Misalnya dengan kalimat 'apakah anda yakin konten yang anda unggah benar?', atau 'apakah anda sudah memeriksa konten yang anda unggah tidak melanggar ketentuan Twitter/Instagram/Facebook/Youtube?," ungkapnya dalam keterangan tertulis, Jumat (29/12).
Dengan adanya peringatan ini pengguna media sosial ada jeda waktu untuk memikirkan ulang apakah konten yang akan diunggah benar, atau lebih jauh tidak mengakibatkan perpecahan di masyarakat. Menurut Hariqo, cara memang ini mengurangi kecepatan, namun ia yakin ini cukup efektif untuk meminimalisir, mengantisipasi kesalahan yang dapat merugikan yang mengunggah, masyarakat serta banyak pihak.
Selain itu Komunikonten juga berharap pembuatan akun media sosial dengan Term of use menggunakan format tanya jawab, yang lebih rinci. "Tujuannya agar lebih tertanam di pikiran pengguna mengenai apa yang boleh dan dilarang dilakukan dengan media sosial," terangnya.
Untuk pemerintah atau pihak perwakilan media sosial di Indonesia, Komunikonten mengusulkan rekrut lebih banyak relawan penghapus konten-konten yang merugikan kepentingan nasional Indonesia di medsos. Banyak konten gerakan separatis, konten tentang radikalisme, hoaks, fitnah, ujaran kebencian, hasutan di media sosial, namun pihak media sosial lambat sekali menghapusnya.
Memang pihak media sosial sudah melakukan berbagai terobosan seperti pelaporan, aplikasi pendeteksi, namun yang manual tetap diperlukan. Komunikonten berharap pemerintah harus lebih aktif, karena para pengusaha media sosial ini sudah mendapatkan banyak keuntungan dari para nitizen di Indonesia yang jumlahnya puluhan juta orang.