REPUBLIKA.CO.ID, Secara medis, makan tidak hanya memberi energi bagi tubuh, setiap asupan makanan yang masuk ke dalam perut akan memengaruhi suasana hati. Logikanya, jika seseorang makan dengan takaran yang tidak tepat atau berlebihan maka perut terasa sesak dan sakit sehingga malas beraktivitas.
Dalam hadits disebutkan, “Tidaklah sekali-sekali manusia memenuhi sebuah wadah pun yang lebih berbahaya dari perutnya. Cukuplah bagi anak Adam beberapa suap makanan untuk menegakkan tubuhnya. Jika ia harus mengisinya, maka sepertiga (bagian lambung) untuk makanannya, sepertiga lagi untuk minumannya, dan sepertiga lagi untuk napasnya (udara).” (HR. Tirmidzi)
Dikutip dari buku yang berjudul ’99 Resep Hidup Rasulullah’ karya Abdillah F. Hasan bahwa pada masa Rasulullah SAW ada seorang tabib yang dikirim dari Mesir ke Madinah. Beberapa bulan kemudian, tabib ini pulang lagi ke Mesir. Kepulangannya ini bukan karena tidak betah, tapi karena selama bertugas di sana, tak ada satu pun orang sakit yang datang untuk berobat kepadanya.
Sebelum pulang, tabib ini berpamitan kepada Rasulullah SAW dan bertanya apa rahasia umat beliau yang selalu terlihat sehat dan tak pernah sakit. Beliau menjawab, “Kami adalah umat yang tidak makan sebelum lapar dan berhenti sebelum kenyang.”
Hal ini juga dikuatkan oleh pendapat Aisyah ra istri beliau, “Dahulu Rasulullah SAW tidak pernah mengenyangkan perutnya dengan (mencapai) dua jenis makanan. Ketika sudah kenyang dengan roti, beliau tidak akan makan kurma, dan ketika sudah kenyang dengan kurma, beliau tidak akan makan roti.”
Apa yang telah disampaikan Rasulullah tersebut sebenarnya telah menjadi bukti sejarah bahwa sejak 14 abad yang lalu, beliau telah memberi resep hidup sehat secara mudah, yaitu tidak makan berlebihan.
Imam al-Suyuthi dalam bukunya yang berjudul al-Rahmah fi al-Thibb wa al-Hikmah, ada empat orang dokter ahli berkumpul di istana Raja Persia. Empat dokter ini masing-masing dari Irak, Romawi, India, dan Sudan. Di antara keempat dokter ini yang paling cerdas adalah dokter dari Sudan.
Kepada keempat dokter ini, raja meminta resep atau obat-obatan yang paling manjur dan tidak membawa efek samping. Dokter dari Irak mengatakan, obat yang tidak membawa efek samping adalah minum air hangat tiga teguk setiap pagi, ketika bangun tidur.
Dokter dari Romawi mengatakan, obat yang tidak membawa efek samping adalah menelan biji rasyad (sejenis sayuran) setiap hari. Sedangkan dokter dari India mengatakan, obat yang tidak membawa akibat sampingan adalah memakan tiga biji ihlilaj yang hitam tiap hari. Ihliljaj adalah sejenis gandum yang tumbuh di India, Afghanistan, dan China.
Ketika tiba giliran dokter dari Sudan berbicara, dia diam saja. Kemudian raja bertanya, “Mengapa kamu diam saja?”
“Wahai Tuanku, air hangat itu dapat menghilangkan lemak ginjal dan menurunkan lambung. Biji rasyad dapat membuat kering jaringan tubuh. Dan ihlilaj juga dapat membuat kering jaringan tubuh yang lain.”
“Kalau begitu menurutmu, obat apa yang tidak mengandung efek samping?”
Dokter dari Sudan itu menjawab, “Wahai Tuanku, obat yang tidak mengandung efek samping adalah Anda tidak makan kecuali saat lapar. Dan apabila Anda makan, angkatlah tangan Anda sebelum Anda merasa kenyang. Apabila hal itu Anda lakukan, maka Anda tidak akan terkena penyakit kecuali penyakit mati.”
Penelitian modern juga menunjukkan bahwa makan secara cukup (tidak berlebihan) juga berdampak bagi umur seseorang. Penemuan Kalluri Suba Rao, ahli biologi melekuler membuktikan, makan sedikit memungkinkan tubuh untuk lebih berkonsentrasi memperbaiki dirinya sendiri, sehingga kegiatan perbaikan DNA , membuang zat-zat toksin keluar tubuh, dan regenerasi sel-sel rusak dengan sel sehat dapat berlangsung lebih optimal.
Sedangkan bila kita makan banyak melebihi batasan, maka tubuh akan lebih sibuk dengan kegiatan metabolisme (menguraikan makanan-makanan itu dalam tubuh) dan tidak sempat memperbaiki dirinya sendiri. Inilah salah satu pengundang berbagai penyakit yang dapat memperpendek umur manusia.