Senin 01 Jan 2018 04:55 WIB
Outlook 2018

Konflik Dunia Belum Usai, Situasi Bisa Memburuk pada 2018

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Teguh Firmansyah
Palestina-Israel bentrok setelah pernyataan Trump
Foto: Voa news
Palestina-Israel bentrok setelah pernyataan Trump

REPUBLIKA.CO.ID,  Situasi dunia pada 2018 ditengarai masih belum akan stabil. Pertempuran di beberapa negara konflik masih akan terjadi menyusul lemahnya komitmen perdamaian.

Di Timur Tengah, masalah perang Suriah, perang Yaman, konflik Taliban di Afghanistan sepertinya akan terus berlanjut. Satu isu lagi di Timteng yang bisa menjadi 'bom' adalah Yerusalem.

Sikap Presiden AS Donald Trump yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel telah memicu beragam gejolak di berbagai kawasan. Demonstrasi terjadi di berbagai negara dari mulai Timur Tengah hingga kawasan Asia.

Di Palestina, penolakan berunjung bentrokan yang menimbulkan korban luka dan jiwa. Pada Jumat pekan terakhir Desember, 4.000 orang di Jalur Gaza dan Tepi Barat turun ke jalan. Mereka melemparkan batu dan bom molotov ke arah aparat Israel.

Pada 2018 bentrokan-bentrokan ini bisa saja berbuah pada perseteruan langsung antara sayap militer kelompok Palestina, Hamas, dengan Israel seperti yang terjadi pada 2014. Pada perang 50 hari itu, Israel menggempur habis-habisan Jalur Gaza. PBB mencatat lebih dari 6.000 serangan udara, 14.500 tembakan tank dan 45 ribu artileri diarahkan ke Gaza.

Pada Jumat lalu, Israel kembali melancarkan serangan ke Gaza. Serangan tank dan udara dilakukan ke dua posisi Hamas. Israel menganggap, operasi itu merupakan balasan atas dua roket yang diluncurkan dari Jalur Gaza.

Situasi panas di Gaza dan kawasan Timur Tengah akan semakin menjadi jika Donald Trump benar-benar memindahkan Kedutaan AS di Tel Aviv ke Yerusalem seperti yang dijanjikan dalam pidatonya.

Pertempuran dapat meluas seandainya kelompok Hizbullah Lebanon terlibat. Hal itu mungkin terjadi mengingat tekanan AS ke Iran yang semakin gencar. Sikap Donald Trump yang bersikukuh ingin menjatuhkan sanksi ke Iran, membuat Teheran geram.

Iran mampu menggunakan pengaruhnya di Lebanon dan kedekatannya dengan kelompok Hamas untuk membalas sekutu AS, Israel.

Amos Harel, koresponden Haaretz, menilai salah satu ketidaknyamanan Israel adalah kembalinya pengaruh Presiden Suriah Bashar al-Assad di Dataran Tinggi Golan.  Berkuasanya Assad di Golan mengancam Israel mengingat ada unsur keterlibatan Iran dan milisi Hizbullah. Karena itu sewaktu-waktu jika terjadi pertempuran, serangan ke Israel bisa dilancarkan dari Golan.  

Mantan Menteri Pertahanan AS Robert Gates pun tak menampik peluang terjadinya perang antara Israel dan kelompok Hizbullah Lebanon pada 2018.   "Hizbullah telah membantu rezim Suriah untuk menghancurkan kelompok ISIS. Ini mungkin mendorong milisi tersebut untuk meningkatkan serangannya ke Israel," ujarnya.  

Perang Israel-Hizbullah sudah berulangkali terjadi. Terakhir pada musim panas 2006. Hizbullah dan Israel berperang selama 34 hari dan sejak saat itu insiden sporadis kerap terjadi di perbatasan kedua negara.

Namun perang yang melibatkan negara besar melawan Israel sepertinya sulit akan terjadi. Umat Islam masih terlalu susah untuk bersatu melawan otoritas Zionis mengingat perselisihan Syiah-Suni yang belum juga terselesaikan.

Negara-negara Suni yang dipelopori Saudi masih akan menganggap Iran sebagai ancaman utama.  Bahkan tak sedikit laporan yang menyebut Saudi 'bersekutu' dengan Israel untuk melawan ambisi Iran.

Pada November lalu, PM Benjamin Netanyahu mengungkapkan bagaimana Israel secara diam-diam bekerja sama dengan negara-negara Arab. Kedua pihak saling bertukar informasi intelijen. "Kerja Sama yang baik dengan negara-negara Arab biasanya rahasia," tuturnya saat itu. 

Kekhawatiran Saudi terhadap Iran juga berbuntut konflik yang melibatkan Riyadh dan negara Teluk lainnya, Qatar. 

Saudi yang didukung Bahrain, Mesir, Uni Emirat Arab telah menjatuhkan sanksi kepada Qatar pada Juni 2017 lalu. Qatar dianggap sebagai negara 'Bandel' karena menjalin hubungan baik dengan Iran.

Tak hanya itu, Saudi dan Mesir juga menganggap Qatar mendukung kelompok garis keras seperti Ikhwanul Muslimin. IM merupakan organisasi terlarang di Mesir. 

Pertikaian Saudi dan Qatar bisa saja terselesaikan jika saja  Riyadh dkk mau melonggarkan prasyarat untuk proses perdamaian.  Syarat dimaksud seperti menutup kantor berita Aljazirah di Qatar.

Situasi memburuk

Pengamat Timur Tengah dari Indonesian Society for Middle East Studies (ISMES) Smith Al Hadar juga memprediksi konflik yang terjadi tahun depan justru akan semakin memburuk. Salah satu benih konflik yang perseteruan antara AS dan Iran.  "Memang konflik yang ada di tahun ini akan meningkat pada tahun depan terutama terkait dengan kebijakan Donald Trump terhadap Iran," kata Smith Al Hadar kepada Republika.co.id di Jakarta, Ahad (31/12).

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement