REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Gedung Putih meminta pemimpin Iran menghormati hak warganya untuk berunjuk rasa menyusul demonstrasi yang sudah memasuki hari keenam.
"Amerika Serikat mendukung rakyat Iran dan meminta pemerintahan tersebut menghormati hak dasar warganya untuk secara damai mengungkapkan keinginan akan perubahan," kata juru bicara Gedung Putih Sarah Sanders kepada wartawan, Selasa (2/1).
Unjuk rasa puluhan ribu orang di berbagai kota tersebut menunjukkan perlawanan terbesar warga terhadap kepemimpinan Iran sejak kerusuhan pro-reformasi pada 2009. Selain itu, seruan meneruskan gerakan tersebut memunculkan kekhawatiran akan keguncangan politik. Setidaknya 20 orang dilaporkan tewas.
Iran adalah salah satu negara penghasil terbesar minyak dunia dan kekuatan utama kawasan. Iran terlibat dalam kemelut kawasan di Suriah dan Yaman, Teheran juga berebut pengaruh dengan Arab Saudi.
Keterlibatan Iran dalam sengketa kawasan itu membuat warga kecewa karena mereka ingin pemerintah lebih fokus menciptakan lapangan kerja daripada menghabiskan uang negara untuk perang di luar negeri.
Unjuk rasa pertama kali muncul di kota terbesar kedua Iran, Masyad, untuk menentang kenaikan harga-harga. Demonstrasi kemudian meluas ke berbagai kota lain dan berkembang menjadi demonstrasi politik anti-pemerintah.
Sejumlah pengunjuk rasa bahkan meminta pemimpin agung Ayatullah Ali Khamenei untuk mundur dan menuding pemerintah sebagai pencuri.
Mereka mengaku marah atas korupsi dan krisis ekonomi di negara yang tingkat pengangguran anak mudanya mencapai 28,8 persen pada tahun lalu.