REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Sejumlah ilmuwan memperingatkan, partikel polusi udara yang sangat kecil yang disebabkan pembakaran batubara atau asap kendaraan bermotor terkait dengan risiko kelahiran prematur yang meningkat.
Studi terbaru, yang meneliti lebih dari satu juta kelahiran di seluruh China, tersebut adalah yang pertama yang mempertimbangkan dampak partikel polusi terkecil, atau disebut PM1, terhadap kelahiran prematur. Kelahiran prematur bisa meningkatkan risiko jangka panjang dari berbagai jenis masalah kesehatan termasuk diabetes, penyakit kardiovaskular dan asma.
Penulis studi tersebut yakni Yuming Guo dari Monash University mengatakan, meski ilmuwan telah mengetahui banyak tentang dampaj partikel polusi yang lebih besar, penelitiannya itu fokus pada partikel berdiameter lebih kecil dari 1 mikron. "Studi kami adalah pertama yang meneliti PM1, yang jauh lebih kecil dari PM2,5 dan PM10, dan kami mendapatkan hasilnya. Kami melihat adanya peningkatan risiko kelahiran prematur," jelas Dr Guo.
"Saat ini di negara-negara lain, tak ada standar untuk PM1. Mereka hanya punya standar untuk PM2,5 dan PM10 sekarang ini."
Dr Guo mengatakan, ia berharap penelitian ini bisa membuka jalan untuk adanya pengawasan yang lebih baik terhadap tingkat polusi di seluruh dunia. "Studi kami memberi beberapa petunjuk untuk mengembangkan standar bagi PM1. Seharusnya itu bisa menjadi bukti bagi WHO, bagi lembaga perlindungan lingkungan (EPA) di masing-masing negara untuk mengembangkan standar PM1 mereka di masa depan," harapnya.
"Tak ada level aman dari polusi udara. Bahkan tingkat PM yang sangat rendah punya risiko kesehatan yang parah, jadi itu artinya studi ini juga berguna untuk Pemerintah Australia."
Polusi udara telah menjadi krisis kesehatan masyarakat di sejumlah negara industri utama seperti India, di mana sekolah-sekolah di ibukota New Delhi sempat ditutup sementara tahun lalu akibat level asap. Pada Kongres Nasional Partai Komunis tahun lalu, Menteri Utama China, Li Keqiang, berjanji untuk mengatasi masalah negaranya dengan polusi udara yang disebabkan oleh pembakaran batubara.
Australia tak boleh terlena
Studi Dr Guo menemukan bahwa peningkatan partikel PM1 bahkan hanya sebesar 10 mikrogram juga terkait dengan peningkatan 9 persen dari kelahiran prematur. Dan ketika konsentrasinya meningkat hingga lebih dari 50 mikrogram, peluang kelahiran prematur melonjak hingga lebih dari sepertiga.
Profesor Peter Sly dari Universitas Queensland mengatakan, walau itu terlihat kecil, dampak polusi pada kelahiran prematur bisa signifikan. "Jika Anda mengalami peningkatan 9 sampai 10 persen di seluruh populasi, itu berarti banyak kelahiran prematur," kata Profesor Sly.
"Risikonya jauh lebih tinggi bagi mereka yang lahir lebih prematur, dan jumlahnya hampir 30 persen."
Meskipun data penelitian dikumpulkan di Cina, Profesor Sly mengatakan bahwa temuannya masih sangat relevan di Australia di mana partikel PM1 tidak terpantau saat ini. "Kami tahu tingkat polusi udara yang kami miliki di Australia memengaruhi pertumbuhan janin. Ada sebuah penelitian yang diterbitkan di Brisbane beberapa tahun lalu menunjukkan hal itu," sebutnya.
"Saya pikir, pesan apa yang muncul dari laporan terbaru mengenai efek kesehatan dari polusi ini adalah kami tak boleh merasa puas di Australia," ujarnya.
Penelitian ini telah dipublikasikan di Journal of Paediatrics milik Asosiasi Kedokteran Amerika.
Simak berita ini dalam bahasa Inggris di sini.