REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah berkoordinasi dengan POM TNI terkait pemeriksaan mantan Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Purnawirawan Agus Supriatna di gedung KPK, Jakarta, Rabu (3/1). KPK memeriksa Agus sebagai saksi dalam penyidikan tindak pidana korupsi pengadaan helikopter angkut Agusta Westland (AW)-101 di TNI AU tahun 2016-2017 dengan tersangka Irfan Kurnia Saleh.
"Sebelumnya, KPK telah berkoordinasi dengan POM TNI karena memang penanganan perkara ini masing-masing ditangani oleh POM TNI dan KPK, sesuai wilayah hukum sipil dan militer," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, di Jakarta, Rabu (3/1).
Agus sudah mendatangi gedung KPK sekitar pukul 09.30 WIB, namun ia tidak memberikan komentar apa pun saat tiba dan langsung masuk gedung KPK untuk menjalani pemeriksaan. Sebelumnya, Agus tidak memenuhi panggilan lembaga antirasuah itu sebanyak dua kali, yaitu pada 27 November 2017 dan 15 Desember 2017.
Saat itu, Pahrozy kuasa hukum Agus Supriatna menyatakan bahwa kliennya itu sedang berada di luar negeri untuk menjalankan ibadah umrah. "Kami sampaikan ke penyidik KPK klien kami belum bisa hadir karena masih umrah. Nanti kalau beliau sudah di Indonesia, kami akan sampaikan ke penyidik beliau akan memenuhi panggilan," kata Pahrozy, di gedung KPK, Jakarta, Jumat (15/12).
Irfan Kurnia Saleh merupakan Direktur PT Diratama Jaya Mandiri yang telah ditetapkan KPK sebagai tersangka dari unsur swasta pada kasus tersebut. Sebelumnya, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan melalui hakim tunggal Kusno menolak seluruh permohonan praperadilan yang diajukan Irfan Kurnia Saleh dalam putusan yang dibacakan pada Jumat (10/11).
Dalam putusannya, hakim Kusno menilai penetapan tersangka terhadap Irfan Kurnia Saleh sah secara hukum. Selain itu, dalam putusan hakim Kusno juga menilai telah ada pemeriksaan calon tersangka, sehingga penetapan Irfan Kurnia Saleh sebagai tersangka sah secara hukum.
Selanjutnya, hakim Kusno juga menolak dalil pemohon yang menyebutkan KPK tidak berwenang untuk mengangkat penyelidik yang tidak berasal dari instansi kepolisian. Irfan Kurnia Saleh diduga telah menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan negara atau perekonomian negara dalam pengadaan helikopter angkut AW-101 di TNI AU Tahun 2016-2017.
Akibatnya, diduga terjadi kerugian keuangan negara sekitar Rp 224 miliar. Irfan Kurnia Saleh disangkakan melanggar pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, POM TNI telah menetapkan lima tersangka terkait kasus itu. Lima tersangka itu, yakni anggota TNI AU atas nama Kolonel Kal FTS SE sebagai Kepala Unit Pelayanan Pengadaan, Marsekal Madya TNI FA yang bertugas sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) dalam pengadaan barang dan jasa, Letkol administrasi WW selaku pejabat pemegang kas atau pekas, Pelda (pembantu letnan dua) SS staf pekas yang menyalurkan dana ke pihak-pihak tertentu, dan Marsda TNI SB selaku Asisten Perencanaan Kepala Staf Angkatan Udara.