REPUBLIKA.CO.ID, MALAYSIA -- Sejumlah hotel bintang lima di Malaysia melarang perempuan yang bertugas sebagai resepsionis menggunakan kerudung. Larangan mengenakan atribut keagamaan ini juga berlaku untuk agama lain.
Seorang instruktur bidang internasional di Singapura Nanyang University, Oh Ei Sun mengatakan, larangan ini aneh. Pasalnya, mengenakan kerudung tidak mengganggu pekerjaan resepsionis.
Bahkan maskapai tertentu, tambahnya, mengizinkan pramugarinya mengenakan kerudung. Isu larangan ini pun terus mengemuka karena Malaysia merupakan negara yang didominasi Islam.
Partai oposisi, Malaysian Islamic Party mengatakan, kebijakan itu melanggar hak Muslim menjalankan ibadah. Pemimpin regional United Malays National Organization bahkan mendesak agar hotel-hotel itu ditutup saja.
Analis dan peneliti Program Malaysia di S Rajaratnam School of International Studies di Singapura, Prashant Waikar mengatakan, isu ini bisa jadi manuver politik bagi partai manapun. "Kemampuan partai politik mengolah isu ini bisa membawa pada kemenangan," kata dia dilansir Forbes.
Meski kecaman datang dari publik dan secara politik, tidak ada tanda-tanda bahwa hotel akan ditutup. Mereka beroperasi seperti biasa. Mereka bahkan bisa memastikan pegawainya tidak mengangkat isu ini.
Ketua Asosiasi Hotel Malaysa, Cheah Swee Hee mengatakan, larangan ini sebenarnya merupakan prosedur standar operasional internasional. "Ini bukan diskriminasi," kata dia pada The Malaysia Insight.
Sebanyak 900 anggota asosiasi tidak ada yang berkomentar lebih. Tidak ada yang mau memberikan tanggapan. Termasuk menyebut hotel dan latar belakang yang menerapkan kebijakan.
Menurut laporan Aljazirah, hotel-hotel di banyak negara lain juga menerapkan larangan serupa. Pada Maret, Pengadilan Keadilan Eropa mengatakan, hotel di 28 negara Uni Eropa punya hak untuk melarang penggunaan simbol keagamaan.