REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisaris PT Adhiguna Keruktama Adi Putra Kurniawan dituntut empat tahun penjara ditambah denda Rp 200 juta subsider lima bulan kurungan. Adi dinilai terbukti menyuap Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Antonus Tonny Budiono sebesar Rp 2,3 miliar.
"Agar majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutuskan terdakwa Adi Putra Kurniawan secara sah dan meyakinkan secara hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut," kata jaksa penuntut umum KPK Dian Hamisena di pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (4/1).
Tuntutan itu berdasarkan dakwaan pertama dari pasal 5 ayat (1) huruf b atau pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 64 ayat (1) KUHP.
"Hal yang memberatkan, modus operandi pemberian suap yang dilakukan terdakwa tergolong relatif baru dan jarang terjadi dengan cara menggunakan sarana perbankan (ATM) yang dapat mempersulit proses pengungkapan tindak pidana oleh aparat penegak hukum serta dikhawatirkan dapat diikuti oleh pelaku lainnya sehingga dapat mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan perbankan nasional," tambah jaksa Dian.
Hal lain yang memberatkan adalah Adi dinilai melakukan beberapa kali pemberian berupa uang kepada beberapa orang yang berbeda untuk kepentingan usahanya. Jaksa juga menolak permohonan Adi untuk menjadi saksi pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum alias justice collaborator atau JC.
Dalam perkara ini, Adi Putra memberikan suap Rp 2,3 miliar itu diberikan berhubungan dengan proyek pekerjaan pengerukan alur pelayaran pelabuhan Pulang Pisau, Kalimantan Tengah 2016, pelabuhan Samarindan Kalimantan Timur 2016. Suap itu diberikan karena Antonius telah menyetujui penerbitan SIKK untuk PT Indominco Mandiri, PT Indonesia Power Unit Jasa Pembangkitan (UJP) PLTU Banten dan Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) kelas I Tanjung Emas Semarang yang dilaksanakan PT Adiguna Keruktama.
Setelah menjadi komisaris, Adi Putra Kurniawan membuka beberapa rekening di Bank Mandiri menggunakan KTP palsu dengan nama Yongkie Goldwing dan Joko Prabowo pada 2015-2016. Adi Putra membuat 21 rekening di bank Mandiri cabang Pekalongan dengan nama Joko Prabowo dengan tujuan agar kartu ATM-nya dapat diberikan kepada orang lain, yaitu anggota LSM, wartawan, preman di proyek lapangan, rekan wanita dan beberapa pejabat di kementerian Perhubungan.