REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi VII DPR RI Harry Poernomo mengusulkan pemegang saham perusahaan badan usaha milik negara (BUMN), bukan hanya dipegang oleh BUMN semata. Menurutnya saham juga bisa dipegang oleh kementerian sektoral dan kementerian keuangan.
Harry mengatakan, dampak dari otoritas yang hanya dipegang oleh menteri BUMN, muncul kesemrawutan tata kelola BUMN karena minimnya sinergi pada pemerintah. "Kita ambil contoh mengenai wacana holding migas oleh Menteri BUMN, Rini Soemarno telah membuat berantakan apa yang direncanakan atau dikoordinasikan antara Kementrian ESDM dengan DPR dalam pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi (Migas)," ujar Harry melalui keterangan pers, Kamis (1/4).
Pembahasan paling pelik dari undang-undang (UU) Migas menurutnya adalah mengenai kelembagaan. Di antaranya semisal kata dia disaat mewacanakan adanya Badan Usaha Khusus (BUK). Holding migas yang direncanakan Menteri Rini sama sekali tidak sejalan dengan rancangan UU Migas.
"Karena itu saya mengusulkan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) BUMN harus melibatkan Kementrian sektoral dan ditambah Kementerian Keuangan. Jadi pemegang sahamnya bukan hanya Menteri BUMN," katanya.
Anggota Fraksi Partai Gerindra itu optimistis jika gagasannya ini terwujud, sinergi kementerian semakin erat hingga kinerja BUMN semakin progresif. "Kenapa harus melibatkan Kementerian Keuangan? Ini sangat penting. Sebagai contoh; pada kasus revisi PP perpajakan Migas, kan terhambat lama di Kementerian Keuangan. Kemudian hal lain terkait penguasaan aset hulu migas di bawah Kementrian Keuangan, BUMN mau pakai harus sewa," ujarnya.
Adapun konsep BUK sendiri yang dimaksud Harry dalam Revisi UU Migas yaitu membentuk lembaga baru yang menjadi induk holding migas dan menaungi PT PGN, PT Pertamina, SKK Migas dan BPH Migas. Kajian ini lebih komperhensif untuk mengakomodir beberapa pasal UU Migas yang dianulir oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Sementara menurutnya rencana holding migas yang diinisiasi oleh Menteri Rini hanya pada tataran sempit dengan mengambil PT PGN menjadi anak Perusahaan Pertamina. "Kalau pemerintahnya tidak sinergi dan berjalan sendiri-sendiri, bagaimana BUMN mau sinergi? Kalau begini terus, BUMN kita tidak akan maju," jelasnya.