Jumat 05 Jan 2018 16:24 WIB
Kajian D’Lisya Masjid Agung Al Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan

Pandai Memilih Wadah Pergerakan

Rep: Rahmat Fajar/ Red: Agus Yulianto
 Ribuan umat Islam mengikuti kegiatan shalat Subuh berjamaah dan Tabligh Akbar Politik Islam (TAPI) yang diselenggarakan oleh GNPF MUI di Masjid Agung Al-Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta (Ilustrasi)
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Ribuan umat Islam mengikuti kegiatan shalat Subuh berjamaah dan Tabligh Akbar Politik Islam (TAPI) yang diselenggarakan oleh GNPF MUI di Masjid Agung Al-Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Pemuda merupakan tonggak sebuah bangsa untuk mencapai kemajuan. Peranannya tercatat dalam berbagai sejarah baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan agama. Dalam sejarah kejayaan Islam, pemuda juga tecatat mempunyai andil.

Sebut saja di Andalusia. Abdurrahman an-Nashir dari Dinasti Umayyah naik takhta pada usia 22 tahun. Pada masa kepemimpinannya, ia mampu memperluas kekuasaannya hingga Afrika Utara. Andalusia juga mencapai masa emasnya pada masanya.

Kita juga masih familier dengan ucapan heroik Presiden Sukarno yang meminta 10 pemuda untuk mengguncangkan dunia. Kalimat tersebut digunakan untuk mengobarkan semangat pemuda demi menggerakkan dan mengawal bangsa Indonesia.

Ustaz Eka Rahmat Hidayat dalam kajian D’Lisya bertema “Pemuda di Persimpangan Gerakan” di Masjid Agung Al Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, menyampaikan bahwa pemuda Islam harus terlibat dalam gerakan di berbagai bidang. Namun, dia mengingatkan pemuda Islam agar cermat memilih wadah atau organisasi untuk bergerak.

Menurut dia, sebelum memutuskan bergabung dengan sebuah organisasi ada hal-hal yang perlu diperhatikan. Pemuda harus memastikan organisasi tersebut mengoptimalkan gerakannya berkaitan dengan hubungan dengan Allah dan manusia sebagai khalifah di bumi. “Jadi, sebelum kita bicara untuk aktif di organisasi maka pastikan fungsi ini harus dioptimalkan,” ujar Ustaz Eka.

Ia menambahkan, nilai-nilai lain yang perlu menjadi pegangan oleh pemuda Islam sebelum bergabung ke suatu organisasi antara lain bersatu dalam iman. Artinya, lanjut Ustaz Eka, standar minimal pemuda harus beriman sebelum bergerak bersama sebuah organisasi. “Artinya, batasan iman kita kepada saudara yang didasari atas apa yang menjadi ciri-ciri orang beriman. Orang beriman itu sesungguhnya setiap orang beriman bersaudara,” kata Ustaz Eka.

Nilai lainnya yang perlu diperhatikan, yakni berikat dalam ilmu. Dia menjelaskan, tidak semua umat beriman harus berjihad ke medan perang, tapi harus ada pula yang menuntut ilmu. Kemudian pemuda Islam juga harus memperhatikan nilai-nilai bersatu dalam amal.

Ia mengatakan jika terdapat organisasi gerakan yang tidak bisa diajak untuk bersinergi dalam berbuat amal, maka harus menjadi pertimbangan untuk tidak bergabung di dalamnya. Misalnya, mereka tidak bersedia berdakwah. Ustaz Eka menjelaskan, dakwah merupakan sebuah pergerakan dan bagian dari fungsi khalifah fil ard.

Bersinergi dalam dakwah adalah nilai-nilai yang mesti juga diperhatikan pemuda Islam sebelum terjun ke dalam dunia pergerakan. Termasuk nilai tentang keterpaduan tentang persaudaraan. Jika dua hal tersebut tidak ditemukan dalam sebuah organisasi, perlu menjadi pertimbangan tidak masuk di dalamnya.

“Kemudian ada nilai berkumpul dalam cinta. Bertemu dalam taat, kalau gak mau jauhi,” ujarnya.

Dalam kesempatan tersebut, Ustaz Eka juga meminta kepada pemuda Muslim agar mencari llmu seluas-luasnya. Dengan begitu, ia meyakini tidak akan terjebak terhadap situasi saling mencaci dan menghakimi ketika menemukan perbedaan. “Jadi, mau benerin satu kelompok itu gak bisa. Satu-satunya cara adalah main lebih jauh biar kita ngerti,” kata Ustaz Eka.

Pemuda Muslim juga perlu menakar kualitas ilmu keislaman dalam suatu organisasi. Misalnya, apakah dalam organisasi tersebut terdapat banyak doktor yang mengerti tentang Islam. Namun, tidak perlu menjauhi organisasi hanya karena kualitas keilmuan keislamannya minim. Sebab, menurut Ustaz Eka, semua organisasi pergerakan mempunyai sisi kelebihan dan kelemahan.

Kemudian pemuda Muslim juga menakar kontrol dan reaktivitas organisasi. Ia menyarankan agar tidak bergabung dengan organisasi yang terlalu reaktif. Pasalnya, ia berpendapat organisasi seperti ini tidak akan berumur panjang.

“Organisasi yang cenderung reaktif biasanya gak lama, padahal sifat dakwah panjang. Kalau bicara jangka panjang cari yang terstruktur lihat dari programnya,” jelas dia.

Organisasi yang mampu beradaptasi di segala situasi dan tempat juga perlu menjadi pertimbangan. Mereka yang mampu beradaptasi akan bisa diterima oleh siapa saja dan di mana saja. Apalagi, Islam merupakan agama sempurna yang jangkauannya sangat luas. “Cari juga yang mempunyai solusi jangka pendek. Dia harus punya program jangka pendek. Ada solusi jangka panjang. Cari gerakan yang punya solusi jangka panjang. Lihat program-programnya,” kata dia. ed: a syalaby ichsan

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement