Jumat 05 Jan 2018 17:26 WIB

BI Sambut Baik Rencana Bangun Rumah untuk MBR

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Indira Rezkisari
Gubenur Bank Indonesia Agus Martowardojo
Foto: Republika/ Wihdan
Gubenur Bank Indonesia Agus Martowardojo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah DKI Jakarta berencana membangun rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Bank Indonesia (BI) pun menyambut baik rencana tersebut.

"Jadi kita mengetahui pemerintah DKI Jakarta berencana membangun paling tidak 50 ribu rumah untuk MBR. Dalam perwujudannya, kami menyambut baik karena secara resmi penduduk DKI Jakarta lebih dari 10 juta, cukup banyak MBR, sehingga perlu mendapat dukungan dengan dibangunkan rumah," ujar Gubernur BI Agus Martowardojo kepada wartawan usai menerima kunjungan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan di Gedung BI, Jakarta, Jumat (5/1).

Hanya saja, kata dia, di Jakarta cukup banyak tantangan untuk mewujudkan rumah murah bagi MBR. Tantangan utamanya terkait harga rumah yang mahal di wilayah ibu kota.

"Lahannya mahal, kontruksinya mahal, dan untuk finishing-nya mahal. Jadi untuk di Jakarta rumah untuk MBR yang di bawah Rp 350 juta per unit cukup sulit diwujudkan," jelas Agus.

Ia menuturkan, sebagaimana diatur Undang-Undang (UU), MBR merupakan masyarakat dengan penghasilan di bawah Rp 7 juta per keluarga. "Kalau di bawah itu kan masyarakat perlu ada biaya hidup dulu. Setelah dia jalankan hidup, baru tersedia disposible income untuk bayar bunga dan cicilan," tambahnya.

Untuk membayar bunga serta cicilan, kata Agus, bila dilihat secara sangat sederhana, kemungkinan sekitar 30 persen dari penghasilan MBR. Maka, dengan gaji di bawah Rp 7 juta, MBR hanya mampu membayar angsuran bunga serta rumah sebesar 30 persen. Sedangkan rumah yang dibangun lebih mahal dari itu.

"Jadi kalau seandainya Pak Anies, ada membicarakan mempelajari kemungkinan untuk DP (Down Payment/uang muka) 0 persen. Tujuannya itu supaya bisa dana masyarakat dipakai mencicil kewajiban utang serta bisa dapatkan optimal," ujar Agus.

Lebih lanjut, dia mengatakan, BI telah menjelaskan kepada Pemerintah Daerah DKI Jakarta kalau sebetulnya konsep pemilikan rumah mengikuti aturan Loan to Value (LTV). Bila LTV ada di kisaran 90 persen, artinya masyarakat yang akan membeli rumah harus membayar DP sebesar 10 persen.

Agus mengatakan BI, DP 10 persen juga diterapkan di berbagai negara seperti Singapura, Hongkong, juga India. "Kita telah diskusikan, semua di sana DP minimum 10 persen," tegasnya.

"Jadi kami jelaskan LTV itu pertama adalah untuk calon debitur berkomitmen untuk membayar DP dan menunjukkan, dia berusaha rumah tersebut tetap dimiliki," jelas Agus. Sementara bagi bank, ia menambahkan, DP itu untuk meyakinkan transaksi kreditnya aman. Sedangkan bagi bagi pengembang, dengan mendapatkan 10 persen, berarti tanda serius sekaligus membantu cash flow pembangunan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement