REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pimpinan sejumlah komisi di DPR mendukung usulan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) agar gaji aparatur sipil negara (ASN) dipotong langsung untuk zakat. Dukungan ini diberikan karena raihan zakat sepanjang tahun lalu baru Rp 6 triliun dari potensi sekitar Rp 217 triliun.
Wakil Ketua Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay menilai, rencana itu baik untuk diterapkan. Apalagi di sejumlah daerah, langkah serupa telah dijalankan. Salah satunya di Provinsi Sumatra Barat.
"Kalau mau dibuat menjadi program nasional, tentu baik saja. Zakat ini adalah zakat penghasilan yang besarnya disesuaikan dengan penghasilan dan gaji ASN yang bersangkutan. Tinggal bagaimana mengomunikasikannya dengan para ASN kita agar mereka benar-benar ikhlas dalam mengeluarkan zakat dengan cara ini," ujarnya di Jakarta, Jumat (5/1).
Menurut dia, jika dikelola dengan benar, tentu saja potensi pengumpulan zakat bisa meningkat. Saat ini, jumlah ASN di seluruh Indonesia lebih dari 4,4 juta orang. Jika persentase ASN yang beragama Islam sebanyak 80-85 persen, wajib zakat ASN ada pada kisaran 3,5 juta sampai 3,7 juta orang.
"Kalau ditambah dengan zakat TNI dan Polri, tentu akan lebih maksimal lagi. Sekarang tinggal mau merumuskan mulainya dari mana. Jangan sekadar wacana," kata Saleh.
Menurut politikus Partai Amanat Nasional ini, ada beberapa langkah yang perlu dilakukan untuk memulai program ini. Pertama, menentukan kementerian/lembaga yang akan menjadi //leading sector// untuk mengurus masalah ini. Kedua, melakukan sosialisasi bagi seluruh ASN wajib pajak sehingga mereka mengetahui program ini sejak dini.
Ketiga, menunjuk lembaga amil zakat (LAZ) yang akan bekerja sama dengan kementerian/lembaga yang diamanahi mengelola zakat ASN. Keempat, merumuskan pola pengumpulan dan pendistribusian zakat ASN tersebut.
"Walau kelihatannya mudah, saya kira pada titik tertentu tetap ada kompleksitas dalam praktiknya. Karena itu, kalau ada niat, program ini perlu dilakukan segera," ujar Saleh.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR Sodik Mudjahid menilai, usulan Baznas patut didukung. Tidak hanya untuk ASN, tetapi juga perusahaan swasta. "Tapi harus sesuai dengan kesediaannya. Itu merupakan langkah yang baik," ujarnya, Jumat (5/1).
Namun, Sodik menekankan,agar tidak ada unsur pemaksaan dalam hal ini. Meski pada dasarnya, zakat merupakan kewajiban Muslim untuk mendonasikan harta kepada kaum dhuafa. "Karena rencana itu tidak tertera dalam UU, maka perlu sosialisasi dan kesiapan si karyawan apabila ada pemotongan zakat setiap bulannya," kata Sodik.
Politikus Partai Gerakan Indonesia Raya ini kemudian menyarankan Baznas agar bisa bekerja sama dengan perusahaan negara ataupun swasta agar rencana itu bisa segera terealisasi. Setidaknya, langkah ini bisa mendorong penghimpunan zakat di Tanah Air.
"Kami mendorong Baznas lebih kreatif, pendekatan struktural bukan hanya pegawai negeri, Baznas bisa bekerja sama dengan pimpinan perusahaan mendorong mereka agar turut membantu karyawannya membayar zakat," ujar Sodik.
Sebelumnya, Wakil Ketua Baznas Zainulbahar Noor berharap, Presiden Joko Widodo memperkuat lagi kekuatan hukum Inpres Nomor 3 Tahun 2014 tentang Optimalisasi Pengumpulan Zakat. Dengan begitu, nominal pengumpulan zakat dari ASN bisa menjadi lebih nyata.
"Bayangkan saja jika semua PNS membayar zakat dan ada kerelaan, dan itu ada sentralisasi pemotongannya. Itu setiap bulan data yang dihimpun bisa mencapai belasan triliun," kata dia.
Saat dikonfirmasi kepada pihak pemerintah, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negera dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) menilai, usulan pemotongan ASN Muslim untuk zakat masih perlu dibahas lebih lanjut. Sebab, tata kelola keuangan seperti gaji ASN berkaitan dengan hukum dan aturan pemerintah.
Kepala Biro Hukum Komunikasi dan Informasi Publik Kemenpan-RB, Herman Suryatman mengatakan, usulan dari Baznas dapat didukung dari sisi moral. Sebab, hal tersebut akan kembali pada kepentingan umat. "Tapi ini wilayah kebijakan, wilayah pemerintahan jadi harus dikaji," kata Herman.
Karena itu, dia mengaku, belum dapat memberikan komentar lebih lanjut terkuat usulan tersebut. Namun, wacana pemotongan gaji ASN Muslim untuk zakat memang perlu dibahas dan dikaji lebih dalam.
Langkah Sumbar
Pemerintah Provinsi Sumatra Barat sudah lebih dulu menerapkan pemotongan gaji ASN sebagai zakat perorangan. Zakat dari kalangan pegawai di lingkungan pemprov ini kemudian disalurkan melalui Baznas Sumatra Barat. Baznas kemudian yang menentukan peruntukan zakat kepada mustahik, baik melalui Sumbar Cerdas berupa beasiswa pendidikan maupun Sumbar Makmur berupa bantuan modal bagi pelaku usaha kecil.
Gubernur Sumbar Irwan Prayinto mengungkapkan, 80 persen zakat yang dikelola oleh Baznas Sumatra Barat berasal dari kutipan gaji ASN di lingkungan Pemprov Sumbar. Bahkan, Pemprov Sumbar juga akan memperluas jangkauan dengan mengutip gaji guru.
"Nah kalau guru belum cek, karena guru baru gabung dengan provinsi. Kami nantinya coba pusat kepada Baznas," kata Irwan, Jumat (5/1).
Sementara itu, dari Purbalingga, Jawa Tengah, sepanjang tahun 2017, Lembaga Zakat Infak Sedekah Muhammadiyah (Lazismu) telah menyalurkan zakat dan infak sebesar Rp 329,9 juta. Dana itu terbagi menjadi dua penyaluran, antara lain, untuk penyaluran zakat tercatat sebanyak Rp 63,8 juta dan penyaluran infak sebesar Rp 266 juta.
''Penyaluran zakat dan infak dilakukan dalam berbagai bentuk program bantuan,'' kata Direktur Lazismu Purbalingga Andi Pranowo, Jumat (5/1).
Program-program itu berupa bantuan program pendidikan beasiswa bagi pelajar dari keluarga miskin, beasiswa pelajar berprestasi, program 10 sarjana membangun daerah, program UMKM berdaya, serta program sosial dakwah dan kemanusiaan. (novita intan/gumanti awaliyah/sapto andika candra/eko widiyatno Pengolah: muhammad iqbal).