REPUBLIKA.CO.ID, KINSHASA -- Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan, PBB akan meluncurkan sebuah penyelidikan atas kematian pasukan penjaga perdamaian PBB bulan lalu di Republik Demokratik Kongo (DRC).
Seperti dilansir Aljazirah, Sabtu (6/1), menurut PBB,15 pasukan penjaga perdamaian Tanzania terbunuh dan 43 lainnya luka-luka di kota Semulikion, di provinsi Kivu, sebelah utara Kongo. Kejadian terjadi pada 7 Desember oleh militan Uganda dari Pasukan Demokratik Sekutu (ADF).
"Investigasi khusus ini akan mencakup fokus pada serangan 7 Desember di Semuliki, di mana 15 pasukan penjaga perdamaian Tanzania terbunuh, 43 lainnya terluka dan satu lainnya hilang," kata Guterres.
Guterres mengatakan, penyidik akan memeriksa tanggapan penjaga perdamaian terhadap serangan tersebut, serta serangan lainnya terhadap pasukan PBB di wilayah tersebut. PBB juga membuat rekomendasi cara untuk mencegah insiden kekerasan lebih lanjut.
Mantan asisten sekretaris jenderal PBB, Dmitry Titov, ditunjuk oleh Guterres untuk memimpin penyelidikan atas serangan tersebut. Guterres menggambarkan serangan tersebut sebagai serangan terburuk terhadap pasukan penjaga perdamaian PBB.
Ia mengatakan, ini adalah serangan paling berdarah sampai saat ini di Misi Stabilisasi Organisasi PBB di Republik Demokratik Kongo (MONUSCO). Pasukan PBB ditempatkan di DRC sejak November 1999.
Dua perwira militer dari Tanzania akan bergabung dengan tim PBB yang ditugaskan untuk penyelidikan, yang akan dimulai di Kongo akhir bulan ini. Tim juga akan melakukan perjalanan ke negara lain di wilayah ini sebagai bagian dari tinjauan.
Provinsi Kivu Utara DRC, yang berbatasan dengan Uganda dan Rwanda, telah dilanda kekerasan dalam beberapa tahun terakhir. ADF, sebuah kelompok pemberontak Islam yang aktif di wilayah tersebut, telah dituduh oleh PBB membunuh lebih dari 700 orang di wilayah tersebut sejak Oktober 2014