Ahad 07 Jan 2018 04:02 WIB

Sejarawan: Polisi Lebih Dulu Masuk Birokrat daripada TNI

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Teguh Firmansyah
Salim Haji Said - Guru Besar Ilmu Politik
Foto: Republika/ Wihdan Hidayat
Salim Haji Said - Guru Besar Ilmu Politik

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Militer dari Universitas Pertahanan, Salim Said, mengatakan perwira tinggi kepolisian mendahului perwira tinggi militer dalam hal masuk ke bidang politik dan pemerintahan. Polisi pertama kali masuk dalam dunia politik di Provinsi Sumatera Barat pada 1950-an.

"Banyak orang yang tidak tahu bahwa bukan tentara yang masuk birokrasi untuk pertama kali, melainkan seorang perwira polisi," ujar Salim dalam diskusi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (6/1).

Perwira tinggi polisi tersebut aadalah Komisaris Besar (Kombes) Polisi Kaharudin Datuk Rangkayo Basa, yang menjabat sebagai Gubernur Sumbar pada 1958-1965. "Setelah pemberontakan PRRI/Permesta, beliau diangkat menjadi Gubernur Sumbar. Jadi, polisi memang mendahului TNI untuk jadi birokrat," lanjut Salim.

Lebih lanjut, jelas Salim, usai masa orde baru, masih ada kesan TNI memproteksi kepentingan mereka melalui penyusunan UU TNI pada saat itu. Hal ini salah satunya terlihat dari tidak adanya aturan jeda waktu bagi perwira militer yang akan maju ke politik.

Salim mengungkapkan jika saat itu pernah mengusulkan adanya jeda selama dua tahun setelah pensiun sebelum para perwira ini terjun ke politik atau mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Namun, usulan itu pada akhirnya tidak ada dalam UU TNI Nomor 34 Tahun 2004. Dalam UU Polri Nomor 2 Tahun 2002, hal semacam ini juga tidak diatur.

"Mengapa perlu jeda waktu? ini pengting untuk mencegah perwira yang punya ambisi politik untuk menggunakan jabatannya, misalnya membuat harga politik mahal supaya kalau dia pensiun parpol-parpol akan memilih dia atau dengan kata lain menyalahgunakan jabatan sebagai tentara atau polisi untuk ambisi setelah masa pensiun," tambah Salim.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement