Ahad 07 Jan 2018 13:51 WIB

Moncer di 2017, Bagaimana Gerak IHSG di Paruh Pertama 2018?

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Nur Aini
Karyawan melintas di bawah monitor pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (19/12). IHSG kembali mencetak rekor tertinggi baru sepanjang masa dengan ditutup naik 33,70 poin atau 0,55 persen sehingga menjadi 6.167,67 setelah sebelumnya juga sempat rekor di level 6.113,653 pada Kamis 14 Desember 2017.
Foto: Sigid Kurniawan/Antara
Karyawan melintas di bawah monitor pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (19/12). IHSG kembali mencetak rekor tertinggi baru sepanjang masa dengan ditutup naik 33,70 poin atau 0,55 persen sehingga menjadi 6.167,67 setelah sebelumnya juga sempat rekor di level 6.113,653 pada Kamis 14 Desember 2017.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Recapital Asset Management memprediksi, kenaikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tidak akan berlangsung terus menerus pada semester pertama 2018. Melainkan akan ada koreksi di sela-sela kenaikan indeks saham.

Analis Recapital Asset Management Kiswoyo Adi mengatakan, secara tren, IHSG memang sedang naik. "Sehingga setiap kali ada koreksi besar yang terjadi di IHSG akan menjadi peluang beli," ujarnya melalui Outlook Semester I 2018 yang diterima Republika.co.id, Ahad, (7/1).

Menurutnya, IHSG merupakan gambaran kondisi ekonomi selama enam bulan ke depan. Hal itu bisa tercermin dari gerakan indeks saham saat ini.  "Jika orang yakin terhadap kondisi ekonomi selama enam bulan ke depan. Maka IHSG akan naik atau positif karena orang-orang akan mulai membeli saham dalam jumlah besar yang otomatis akan membuat IHSG naik tinggi," kata Kiswoyo.

Recapital Asset Management melihat, ekonomi Indonesia bakal tumbuh sampai ke 5,2 persen pada 2018. Hal itu bisa terlihat dari kondisi IHSG.  "Di mana, IHSG ditutup pada akhir 2016 di level 5.296. Kemudian pada 2017, IHSG ditutup pada level tertinggi sepanjang masanya saat itu yakni di 6.355. Berarti IHSG sudah naik 19,99 persen selama 2017," tutur Kiswoyo.

Sayangnya, kata dia, pertumbuhan ekonomi Indonesia sampai kuartal tiga 2017 hanya sebesar 5,06 persen dari level sebelumnya yakni 5,01 persen. Angka itu dinilai masih tergolong rendah dibandingkan dengan pertumbuhan IHSG di tahun lalu.

Ia menjelaskan pada semester I 2018, asing akan kembali masuk ke bursa saham Indonesia dengan mengurangi pembelian obligasi Indonesia. "Hal itu karena biasanya di awal tahun, asing akan kembali mengejar peluang return atau yield yang tinggi lebih dahulu," ujar Kiswoyo.

Setelah memperoleh keuntungan cukup tinggi, kata dia, jelang pertengahan tahun asing akan mengamankan sebagian keuntungan mereka dengan ambil untung atau menjual sebagian portofolio saham mereka serta mengalihkannya ke instrumen investasi lebih stabil seperti obligasi. "Ini sudah terlihat sangat jelas di 2017, sehingga kami melihatnya akan terjadi lagi di 2018," katanya.

Recapital Asset Management memperkirakan IHSG pada semester I 2018 bakal bergerak di kisaran 5.800 sampai 6.650. Sedangkan nilai tukar rupiah Rupiah diprediksi sekitar 13.300 per dolar AS hingga Rp 13.600 per dolar AS.

Sementara itu, beberapa saham yang dinilai layak beli di enam bulan pertama 2018 ini meliputi saham ASII, TLKM, ROTI, LSIP, BWPT, GZCO, ADHI, WIKA, dan lainnya. Kemudian beberapa saham yang layak dibeli tapi harus menunggu koreksi dahulu yakni saham BBCA, BBNI, BMRI, UNVR, INDF, serta ICBP. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement