REPUBLIKA.CO.ID,MENTAWAI -- Menyusul keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan permohonan uji materi terkait Undang-undang (UU) Administrasi Kependudukan (Adminduk), masyarakat adat ikut menjadi sorotan. Tahun 2017 lalu, MK membolehkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) diisi dengan keterangan kepercayaan.
Hal ini diperuntukkan bagi penduduk penghayat berbagai kepercayaan yang tersebar di Indonesia. Salah satu daerah di Indonesia yang masyarakatnya masih menjalankan tradisi atau kepercayaan leluhur adalah Mentawai di Sumatra Barat. Masyarakat yang tinggal di pedalaman Mentawai masih banyak yang menjalankan ritual yang sangat erat dengan kepercayaan adat 'Arat Sabulungan'.
Kepercayaan ini memiliki arti penting bagi masyarakat Mentawai bahwa setiap makhluk hidup, termasuk pohon-pohon di hutan, memiliki jiwa atau roh. Kepercayaan ini yang akhirnya menuntut masyarakat Mentawai hidup selaras dengan alam tempat mereka tingga. Yang menarik, apakah masyarakat Mentawai tertarik untuk menuliskan 'Arat Sabulungan' di KTP mereka?
Republika sempat berbincang dengan salah satu sikerei atau dukun yang dihormati, di Dusun Gorottai, Desa Malacan, Siberut Utara, Kepulauan Mentawai. Goiran (65 tahun), yang sudah menjadi sikerei sejak 1975 silam, menyampaikan pandangannya terhadap kebijakan tentang penulisan kepercayaan di KTP.
Meski tidak mewakili masyarakat adat Mentawai sepenuhnya, namun perbincangan di Dusun Gorottai, yang hanya didiami 30-an jiwa dan belum terakses listrik oleh PLN, barangkali memberi gambaran secara umum tentang kondisi kepercayaan di Mentawai. Goiran menyebutkan, Arat Sabulungan saat ini dijalankan sebagai bentuk tradisi dan kepercayaan serta penghormatan terhadap alam dan leluhur.
Meski begitu, sebagian besar penduduk yang mendiami pedalaman Mentawai sebetulnya sudah menganut agama. Seperti Goiran, ia sudah menganut Katolik. Seluruh penduduk Dusun Gorottai juga telah menganut Katolik. "Ya menarik kalau bisa (mencatatkan kepercayaan di KTP). Tapi kan sekerang belum ada. Dan juga, kami Katolik," ujar Goiran di teras rumahnya yang letaknya tak jauh dari Sungai Terekan, akhir 2017 lalu.
Salah satu tokoh masyarakat yang mendampingi Goiran menuturkan, pada prinsipnya kepercayaan tentang Arat Sabulungan masih dijalankan sebagai bentuk kearifan lokal. Hal ini tertuang dalam upacara-upacara adat dan tradisi tentang sikerei. Ia memberi contoh, ketika ada anggota suku yang sakit maka sikerei akan dituju sebagai tabib.
Sikerei kemudian akan memberikan obat berupa ramuan herbal, setelah mendapat 'petunjuk' dari arwah atau jiwa yang menuntunnya."Tapi, Katolik adalah agamanya. Namun ketika ada upacara tertentu, Sikerei bisa lari dari ke-Katolik-an, demi menyelamatkan nyawa atau kesembuhan," kata Tarianus.
Menurutnya, secara umum masyarakat Mentawai percaya pada Tuhan. Agama seperti Katolik dan Islam berkembang di Kepulauan Mentawai. Meski begitu, masyarakat adat masih percaya terhadap Arat Sabulungan."Percaya pada Tuhan namun juga percaya adanya roh yang mengganggu dan yang menyelamatkan. Jadi di KTP, cukup Katolik," ujar Goiran kembali bersuara.
Berdasarkan data yang dihimpun dari Kemendikbud pada 2017, ada 187
aliran kepercayaan di 13 provinsi di Indonesia. Meski demikian, hanya ada 160 aliran kepercayaan yang masih aktif dan berada di 12 provinsi. Aliran kepercayaan paling banyak tercatat di Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur, yakni masing-masing sebanyak 48 dan 43 aliran.
Sebelumnya, pada November 2017, MK memutuskan mengabulkan permohonan para pemohon uji materi terkait Undang-undang (UU) Administrasi Kependudukan (Adminduk). Kata 'agama' yang ada pada Pasal 61 ayat (1) dan Pasal 64 ayat (1) UU Adminduk dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk 'kepercayaan'.
Uji materi terhadap pasal-pasal tersebut diajukan oleh empat orang pemohon. Mereka adalah Nggay Mehang Tana, Pagar Demanra Sirait, Arnol Purba, dan Carlim.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tjahjo Kumolo, mengatakan pihaknya aman melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait uji materi pengosongan kolom agama bagi penganut kepercayaan. Kemendagri akan segera berkoordinasi dengan Kementerian Agama (Kemenag) dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk memgetahui data kepercayaan yang ada di Indonesia.