REPUBLIKA.CO.ID,RIYADH -- Bank Pembangunan Islam (Islamic Development Bank) Arab Saudi menempatkan para penelitinya dalam mengembangkan produk berbasis 'blokchain'. Proyek tersebut telah dimulai dengan lembaga penelitian Islamic Research and Training Insitute dan telah menarik dua mitra blokchain, yakni perusahaan lokal Ateon dan Belgian SettleMint.
Tahap pertama studi ini akan fokus pada kelayakan teknis. Blokchain adalah teknologi yang digunakan banyak mata uang digital.
Keuangan Islam adalah sistem yang ketat melarang spekulasi dan suku bunga. Hal itu mungkin sesuai dengan sifat-sifat cryptocoin, yang dapat diciptakan sebagai aset tetap dan bekerja tanpa memerlukan inflasi, suku bunga dan teknik lain yang digunakan untuk mengendalikan jumlah uang yang beredar dari mata uang fiat (token).
"Faktanya, beberapa ilmuwan Islam berpendapat bahwa Bitcoin lebih Halal (diizinkan) daripada uang fiat atau kertas (misalnya dolar AS) yang digunakan saat ini. Misalnya, dalam literatur Islam, uang perlu memiliki nilai intrinsik. Ini tidak berlaku untuk uang kertas yang digunakan saat ini, tapi berlaku untuk Bitcoin karena nilainya berasal dari bukti protokol kerja," tulis Tim Lea, CEO Veridictum dan pakar mata uang kripto, seperti dilansir dari Muslim Village, Ahad (7/1).
IDB menyatakan, bahwa teknologi blockchain sangat menarik bagi kemungkinan penyelesaian segera dan penghapusan risiko counterparty (mitra pengimbang). Arab Saudi adalah salah satu negara dengan sikap yang lebih positif terhadap aset-aset kripto. Walaupun, dalam hal ini mereka akan terintegrasi dengan perbankan dan tidak lantas menggantikan sektor perbankan.
Sementara itu, negara-negara Teluk Persia lainnya telah menguji teknologi blokchain untuk berbagai tugas, seperti real estat dan pendaftaran tanah. Dubai telah menjadi salah satu pusat teknologi aset kripto yang paling aktif. Mereka secara teratur menyelenggarakan pertemuan dan pameran terkait mata uang kripto.