REPUBLIKA.CO.ID, Motor-motor bebek berjejer rapi di halaman parkir sepanjang 15 meter kali empat meter, di Jalan Juanda, tepat di depan Stasiun Bekasi. Seperti hari-hari biasa, ratusan motor para pekerja urban dititipkan di tempat penitipan motor itu. Tak pernah sepi, penitipan-penitipan motor yang ada di depan stasiun seakan hidup selama 24 jam.
Supri (46 tahun) merupakan salah satu pegawai yang bertugas menjaga motor-motor itu. Laki-laki yang tinggal di Kecamatan Bekasi Timur itu selalu siaga sejak Subuh sampai dengan tengah malam untuk menjaga dan mengatur sekitar 120 motor yang dititipkan. "Jumlah itu bisa lebih, masih ada puluhan motor yang kita tolakin karena kapasitas halaman sudah nggak cukup," katanya kepada Republika.co.id, Jumat (5/1).
Laki-laki asli Kota Bekasi itu menjaga dan mengatur sendirian setiap hari. Tapi terkadang dibantu oleh salah seorang rekannya. Sementara untuk satu motor, dikenai tarif sebanyak Rp 6.000 untuk sekali penitipan. Tarif itu, ia akui barusan ia naikkan dari tarif sebelumnya yakni Rp 5.000.
Artinya, dalam sehari ia bisa mendapatkan sekitar Rp 720 ribu. Belum dari pendapatan motor yang hanya sekedar parkir sekadar membeli karcis di stasiun. "Kalau yang sebentar ya kita nggak kenai tarif segitu, tapi lebih murah lah," ujarnya.
Namun, kenaikan tarif itu ia akui dengan berbagai pertimbangan. Misalnya, semakin sempitnya lahan parkir dan personel yang hanya digawangi dirinya saja. Laki-laki beranak dua itu, mengharapkan bila tarif naik, maka gaji yang ia dapat per bulan juga ikut naik.
"Harga kebutuhan sudah banyak yang mahal, kalau gaji hanya Rp 2.800.000 saja dengan bekerja setiap hari dan sampai tengah malam, ya kurang," katanya.