REPUBLIKA.CO.ID, SHANGHAI -- Timbul kekhawatiran akan terjadinya bencana yang merusak lingkungan di Laut Cina Timur karena kapal tanker Shanci yang terus mengeluarkan minyak, dua hari setelah bertabrakan dengan kapal kargo.
Pemerintah Cina mengatakan kapal tersebut dalam bahaya yang kemungkinan dapat meledak dan tenggelam. Kementerian Transportasi mengatakan tim penyelamat yang berusaha mencapai lokasi terhambat karena adanya awan beracun.
Awak kapal yang terdiri dari 30 orang warga Iran dan dua orang warga Bangladesh belum ditemukan, meskipun sudah ada upaya penyelamatan internasional. Luasnya tumpahan minyak dan bahaya kerusakan lingkungan masih belum dapat diselidiki. Pada Senin (8/1) pagi waktu setempat, kobaran api masih terlihat membakar kapal tersebut.
Kapal tanker tersebut telah membawa minyak mentah ultra ringan yang dikenal sebagai kondensat dimana dalam kasus tumpahan minyak yang terjadi bisa lebih berbahaya bagi lingkungan daripada minyak mentah biasa. "Kondensat cenderung menguap dan bercampur dengan air," kata John Driscoll dari JTD Energy Services, seperti yang dilansir di BBC News, Senin (8/1).
"Ini (kondensat) juga bisa berwarna dan tidak berbau, jadi jauh lebih sulit untuk dideteksi, diketahui dan dibersihkan," tambahnya.
Meskipun terdaftar di negara Panama, kapal tanker bernama Sanchi tersebut milik perusahaan Iran. Sanchi membawa 136 ribu ton minyak Iran saat kapal tersebut bertabrakan dengan sebuah kapal kargo Cina pada Sabtu (6/1) malam waktu setempat, yang berada 165 mil dari laut timur Shanghai, Cina.
Sebanyak 21 awak kapal Cina berhasil diselamatkan. Cina juga telah mengirim beberapa kapal untuk melakukan operasi pencarian dan penyelamatan.
Korea Selatan membantu dengan sebuah kapal penjaga pantai dan sebuah helikopter. Angkatan Laut AS juga telah mengirimkan sebuah pesawat militer untuk membantu usaha penyelamatan tersebut.