REPUBLIKA.CO.ID, VATIKAN -- Paus Francis meminta semua negara untuk mendukung dialog guna meredakan ketegangan di semenanjung Korea. Ia juga meminta agar larangan senjata nuklir dapat dibuat mengikat secara hukum.
"Sangat penting untuk mendukung setiap upaya dialog di semenanjung Korea, untuk menemukan cara baru mengatasi perselisihan saat ini, meningkatkan kepercayaan dan memastikan masa depan yang damai bagi rakyat Korea dan seluruh dunia," kata Francis dalam pidato tahunannya seperti dikutip Reuters, Senin (8/1).
Paus berbicara dihadapan lebih dari 180 utusan negara, sehari sebelum Korea Utara (Korut) dan Korea Selatan (Korsel) dijadwalkan akan mengadakan pembicaraan. Mereka diperkirakan akan membahas mengenai partisipasi Korut di Olimpiade Musim Dingin Pyeongchang.
Awal bulan ini, setelah pemimpin Korut Kim Jong-un mengatakan ia memiliki tombol nuklir yang siap ditekan setiap saat, Presiden AS Donald Trump balik menyerang dengan mengatakan AS memiliki tombol nuklir yang lebih besar dan kuat.
"Senjata nuklir harus dilarang. Tidak dapat disangkal tembakan dapat dimulai dengan sebuah kebetulan dan keadaan yang tidak terduga," kata Francis, mengutip dokumen yang dikeluarkan oleh Paus Yohanes XXIII pada puncak Perang Dingin.
Sebanyak 122 negara bagian tahun lalu telah menyetujui sebuah perjanjian PBB untuk melarang senjata nuklir. Namun AS, Inggris, Prancis, dan yang lainnya memboikot perjanjian tersebut, dan bukannya menjanjikan komitmen terhadap Traktat Non-Proliferasi yang telah berlangsung selama puluhan tahun.
Menyinggung perubahan iklim, Paus Francis menyerukan upaya bersama untuk tetap berkomitmen pada kesepakatan Paris 2015 mengenai pengurangan emisi karbon. Presiden Prancis Emmanuel Macron mencoba untuk menghidupkan kesepakatan tersebut setelah Trump mengumumkan AS akan mundur.
"Oleh karena itu, ada kebutuhan untuk meninggalkan retorika yang sudah dikenal dan mulai dari pertimbangan penting yang paling banyak kita hadapi dengan orang-orang," kata dia.
Setelah berpidato, Paus Francis menghabiskan banyak waktu untuk mengobrol dengan Duta Besar Korsel untuk Vatikan, Jonghyu Jeong, dibandingkan dengan kebanyakan diplomat lainnya.