REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menyebut aksi penenggelaman kapal ikan asing ilegal yang tertangkap di perairan Indonesia merupakan salah satu program yang juga ia inisiasi.
"Penenggelaman kapal sebenarnya kalau mundur, sejak saya jadi Kepala Staf Presiden, sebenarnya saya ikut menginisiasi ini. Pak Lambock (staf khusus urusan legal) yang menyusun Keppres yang kemudian jadi Keppres 115 Tahun 2015," katanya dalam acara "Afternoon Tea" bersama wartawan di Kemenko Kemaritiman Jakarta, Selasa.
Menurut mantan Menko Polhukam itu, ia justru sangat mendorong kebijakan penenggelaman kapal itersebut. Namun, setelah berjalan sekitar tiga tahun, ia menilai tidak bisa terus menerus seperti itu.
Terlebih banyak kapal yang ditinggalkan begitu saja karena disita sementara banyak nelayan yang tidak bisa melaut. "Sekarang bagus mana, mau kita bakarin tenggelamin semua itu atau kita berikan kepada nelayan kita? Anda jawab saja. Itu sebenarnya esensinya," ujarnya.
Luhut menegaskan, tidak benar jika ada anggapan larangan penenggelaman kapal pada 2018 adalah untuk melindungin mafia. "Jangan ragukan integritas kami. Tapi sekarang jernih, setelah tiga tahun, 'what's next?' (apa selanjutnya?). Masa kita biarkan nelayan-nelayan kita ribut," katanya.
Ia menilai penenggelaman kapal sebagai terapi kejut bagi kapal ikan asing ilegal sudah cukup berhasil dilakukan. "Tidak perlu 'shock therapy' sepanjang masa," tuturnya.
Aturan Penenggelaman
Staf Khusus Menko Maritim Urusan Legal Lambock V. Nahattands menjelaskan berdasarkan UU Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 45 Tahun 2009, ada beberapa ketentuan mengenai penenggelaman kapal dan sebagainya.
Dalam UU tersebut Pasal 66c, Lambock menuturkan memang ada kewenangan pengawas perikanan yang melakukan pengawasan sebelum proses pengadilan untuk melakukan tindakan khusus terhadap kapal perikanan yang berusaha melarikan diri dan atau melawan dan atau membahayakan kapal pengawas.
"Ada pula Pasal 69 ayat 4 yang menyebutkan dalam melaksanakan fungsinya, penyidik atau pengawasan perikanan dapat melakukan tindakan khusus berupa pembakaran atau penenggelaman kapal perikanan yang berbendera asing berdasarkan bukti permulaan," katanya.
Namun, menurut Lambock, tindakan itu diberikan dalam proses pengejaran. Jika sudah melalui proses peradilan, sebagaimana diatur dalam Pasal 76a, maka benda dan atau alat yang dihasilkan dari tindak pidana perikanan dapat dirampas untuk negara atau dimusnahkan setelah dapat persetujuan dari Ketua Pengadilan Negeri.
"Dalam Pasal 76c, ayat 5, ini yang dimaksud Pak Menko, benda dan atau alat yang dirampas dari hasil tindak pidana perikanan berupa kapal perikanan dapat diserahkan kepada kelompok usaha bersama nelayan dan atau koperasi perikanan," katanya.