REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sudah saatnya polisi dan jaksa di Indonesia mengenakan pasal paling berat dalam UU Perlindungan Anak yang baru dalam menangani kasus kehatan seksual anak. Yaitu berupa hukuman mati atau pidana seumur hidup ditambah hukuman tambahan berupa kebiri kimia.
Namun, bila nanti dalam penyelidikan ditemukan fakta bahwa puluhan anak ini menderita luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, vonis hukuman mati sudah bisa menjadi dasar tuntutan jaksa sesuai amanat UU Perlindungan Anak," kata Ketua Komite III DPD RI yang membidangi perlindungan anak Fahira Idris di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta (10/1).
Fahira menegaskan, jangan sampai kejahatan luar biasa ini, penanganannya dan vonis hukumannya biasa-biasa saja. Kekerasan seksual terhadap anak itu, ucap dia, sudah dikategorikan kejahatan luar biasa sama dengan narkoba dan terorisme. "Paling minimal pelaku di penjara seumur hidup dan diberi hukuman tambahan kebiri kimia. Hakim harus tegas kalau tidak predator-predator anak seperti ini terus memangsa anak-anak kita," ujar Fahira.
Fahira menyakini, jika nanti hakim memutuskan hukuman paling berat terhadap pelaku, akan menjadi shock therapy bagi para pengidap paedofil atau pelaku kekerasan seksual terhadap anak di Indonesia. Hukum yang tegas ditambah gerak cepat Pemerintah memformulasikan blueprint sistem perlindungan anak yang komprehensif dan terintegrasi diyakini mampu membuat para predator anak tidak berani melancarkan aksinya sehingga anak-anak di Indonesia dan para orang tua bisa hidup lebih tenang.
"Jika ditanya ke saya, orang kayak ini dihukum mati saja karena tindakannya sudah menjadi bencana bagi banyak orang, bukan hanya anak tetapi juga para orang tua dan keluarga korban. Kementerian terkait tidak cukup hanya mengecam saja, cari solusi secepat mungkin. Bangun sistem perlindungan anak yang komprehensif, jangan sampai ini (kekerasan seksual terhadap anak) jadi bencana sosial di negeri ini," kata Senator Jakarta ini.
Dengan terbongkarnya kejahatan seksual terhadap puluhan anak di Kabupaten Tangerang ini, maka pekerjaan besar lain yang harus secepatnya ditangani kementerian dan instansi terkait adalah pemulihan medis dan psikologis anak-anak serta orang tua korban atas perlakuan biadab pelaku terhadap mereka. Karena, jika tidak segera ditangani dengan serius, lanjut dia, perkembangan dan pertumbuhan anak akan terganggu dan ini merusak masa depannya.
"Peristiwa ini tentunya akan membayangi kehidupan mereka seumur hidup. Anak-anak ini harus segera mendapat pemulihan medis dan psikologis agar dapat melanjutkan hidup dan optimis menatap masa depannya," ujar Fahira yang juga Ketua Gerakan Perlindungan Perempuan dan Anak.
Saat ini data sementara, sebanyak 41 orang anak di Kecamatan Rajeg dan Gunung Kaler, Kabupaten Tangerang menjadi korban kekerasan seksual Ws alias Babeh (49). Kekejian ini tidak boleh dianggap kejahatan biasa, Fahira menilai pelaku harus dijerat dengan hukuman paling berat sesuai perintah Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 Tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.