REPUBLIKA.CO.ID, GUNUNGKIDUL -- Sebagian petani di Gunungkidul baru saja melakukan panen raya di lahan tadah hujan. Panen raya yang sekaligus dikemas dalam safari panen itu dilakukan, pada Selasa (9/1), di Desa Melikan, Kecamatan Rongkop Kabupaten Gunungkidul.
Kepala Badan sumber daya manusia (SDM) Kementerian Pertanian (Kementan), Momon Rusmono, menyampaikan bahwa safari panen oleh jajaran Kementan dimaksudkan untuk memastikan dan mengabarkan pada masyarakat bahwa pada masa paceklik November 2017 hingga Januari 2018 seperti sekarang ini di berbagai wilayah Indonesia tetap ada panen dan stok pangan cukup. "Sehingga tidak perlu impor beras," ujar Momon.
Menurutnya, produktivitas padi lokal Segreng yang dipanen di desa Melikan, Kecamatan Rongkop adalah 5,12 ton per hektare gabah kering. Sedangkan lahan pertanian di desa ini adalah seluas 252 hektar dan yang siap panen seluas 20 hektare.
Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Badan Penelitian dan Pengembangan Kementan Yogyakarta, Joko Pramono, menyampaikan Kementan juga mendorong pengembangan varietas unggul lokal spesifik dalam kerangka pelestarian Sumber Daya Genetik.
Varietas unggul lokal Segreng punya kelebihan serta harga lebih tinggi dari beras putih. "Untuk meningkatkan produktivitas BPTP Yogyakarta telah melakukan introduksi varietas Inpari 24 (beras merah) yang potensi hasilnya bisa mencapai enam hingga tujuh ton per hektar," kata dia.
Sedangkan Wakil Bupati Gunungkidul, Immawan Wahyudi memberikan keterangan bahwa Gunungkidul pada tahun sebelumnya surplus beras 105 ribu ton dan meyakini tahun ini juga surplus. Sebab, lanjut Immawan, para petani khususnya di lahan tadah hujan punya kebiasaan menyimpan hasil panen untuk konsumsi sehari hari hingga tiba musim panen berikutnya, sehingga ketahanan pangan rumah tangga petani Gunungkidul cukup bagus.