Rabu 10 Jan 2018 16:56 WIB

Menteri Susi dan Kontroversi Penenggelaman Kapal

Api dan asap keluar dari lambung kapal nelayan asing pelaku ilegal fishing yang ditenggelamkan di perairan Bitung, Sulawesi Utara, Rabu (20/5).  (Antara/Fiqman Sunandar)
Api dan asap keluar dari lambung kapal nelayan asing pelaku ilegal fishing yang ditenggelamkan di perairan Bitung, Sulawesi Utara, Rabu (20/5). (Antara/Fiqman Sunandar)

REPUBLIKA.CO.ID,  Oleh: Intan Pratiwi, Rizki Jaramaya

Kontroversi penenggelaman kapal oleh Menteri Susi Pudjiastuti kembali muncul. Menteri Luhut dan Wapres JK meminta agar aksi penenggelaman kapal dihentikan.

"No comment, no comment," kata Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti kepada jurnalis di Benoa, Bali, Rabu (10/1) siang ini, usai acara pengukuhan nama KRI I Gusti Ngurah Rai oleh Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto.

Menteri Susi tampaknya sudah enggan mengomentari kontroversi dan adu wacana tentang penenggelaman kapal dengan Menko Kemaritiman Luhut B Pandjaitan dan Wapres Jusuf Kalla. Susi lebih memilih meladeni permintaan swafoto dengan tamu-tamu undangan ketimbang menjawab pertanyaan-pertanyaan wartawan yang mengerubunginya.

Menteri Susi sempat berlari-lari kecil sambil dijaga dua ajudannya. Wartawan pun hanya bisa menyaksikan aksi swafoto Menteri Susi meski penasaran ingin mendapat penjelasan tentang penenggelaman kapal.

Sebelumnya, Luhut menyatakan tindakan penenggelaman kapal oleh Menteri Susi perlu dihentikan. Ia menilai, langkah Susi sudah cukup selama tiga tahun terakhir ini.

"Tidak ada lagi penenggelaman tahun ini. Cukuplah itu. Fokus sekarang adalah meningkatkan produksi agar ekspor naik," ujar Luhut, Senin (8/1).

Luhut menjelaskan, pihaknya sudah berkoordinasi dengan Susi mengenai hal ini. Ke depannya KKP perlu meningkatkan produksi dengan memperbaiki kualitas tangkap. Menurut Luhut, potensi ikan nasional bisa dimanfaatkan dengan membuat industri dari hulu ke hilir.

"Presiden itu bilang bahwa (kita) harus fokus. Seperti ekspor itu kita menurun karena banyak pabrik ikan yang tutup," ujar Luhut.

Suara senada diungkakan Wapres Jusuf Kalla (JK). JK meminta agar kebijakan penenggelaman kapal segera dihentikan. Ia beralasan, kebijakan penenggelaman kapal ini memiliki dampak terhadap hubungan diplomatik dengan negara-negara lain serta penurunan ekspor ikan tangkap.

Untuk memberikan efek jera kepada kapal-kapal asing pencuri ikan, kata JK, tidak harus dengan cara ditenggelamkan, tapi ada aspek hukum lain yang bisa ditempuh. Misalnya saja, kapal-kapal asing pencuri ikan tersebut ditahan dan dilelang. Sebab, tak dimungkiri, Indonesia juga masih membutuhkan kapal.

Jusuf Kalla mengatakan, masih banyak nelayan Indonesia membutuhkan kapal. Oleh karena itu, sebaiknya kapal-kapal asing pencuri ikan tersebut diberikan saja ke nelayan Indonesia untuk meningkatkan produktivitas ekspor ikan tangkap.

Kebijakan penenggelaman kapal dalam tiga tahun terakhir ini telah menimbulkan protes dari sejumlah negara. Bahkan, beberapa dari mereka telah melakukan pendekatan diplomatik untuk menyelesaikan masalah itu.

Agak berbeda sikap yang disampaikan Presiden Jokowi pada pidatonya di Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur, Senin (8/1). Presiden Jokowi mengungkapkan Menteri Susi telah menjalankan langkah penting dalam menghalau kapal asing pencuri ikan di perairan Indonesia.

Kata Presiden, sudah tiga tahun ini ribuan kapal asing pencuri ikan tidak berani mendekat. Ini karena semuanya ditenggelamkan oleh Menteri Susi.

Peneggelaman kapal diketahui Presiden Jokowi

Pada Senin (9/1), Menteri Susi membela diri atas wacana Menteri Luhut bahwa tindakan penenggelaman kapal-kapal asing yang mencuri ikan di perairan Indonesia dilandasi undang-undang. Susi merasa apa yang dilakukannya dilindungi undang undang dan diketahui Presiden.

"Mohon disosialisasikan, mungkin masih banyak yang belum tahu penenggelaman kapal pencuri itu diatur dalam UU Perikanan," ujar Susi melalui akun media sosialnya, Senin (9/1).

Penenggelaman kapal juga bukan semata mata kemauan dirinya. Ia mengatakan, dalam proses penenggelaman kapal ada prosedur yang perlu dilakukan. Prosedur tersebut, kata Susi, melalui putusan hukum yang ada.

Menteri Kelautan dan Perikanan (KP), Susi Pudjiastuti mengklaim produksi ikan Indonesia meningkat. Hal tersebut diakui sebagai dampak kebijakan perlindungan laut Indonesia.

Pada semester satu 2017, produksi perikanan Indonesia naik menjadi 11,84 juta ton. Stok sumber daya perikanan juga naik dari 9,93 juta ton pada 2015 menjadi 12,54 juta ton.

Kenaikan produksi ikut mendongkrak kenaikan ekspor. Nilai ekspor produk perikanan Indonesia sebesar 3,94 miliar pada 2015. Pada pertengahan 2017 nilai ekspor mencapai 2,38 miliar dolar AS. Hingga akhir tahun ini, diperkirakan nilai ekspor sekitar 5 miliar dolar AS.

Dua tahun ke depan, produksi ikan diperkirakan mencapai 41,79 juta ton. Untuk nilai ekspor ditargetkan 9,54 miliar dolar AS.

Penenggelaman kapal bukan satu-satunya opsi

Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri mengatakan, menurut UU No 31/2004/JO no45/2009 tentang Perikanan disebutkan bahwa pengadilan hanya memutuskan salah atau tidaknya suata kapal ikan yang dituduhkan ilegal. Adapun kewenangan untuk kapal ilegal itu untuk ditenggelamkan, dimanfaatkan/dihibahkan ke nelayan Indonesia, untuk riset atau kepentingan nasional lainnya, kata Rokhmin, itu kewenangan Menteri Kelautan.

"Jadi, bukan berarti semua kapal ilegal itu harus ditenggelamkan," kata Rokhmin dalam penjelasannya, Rabu (10/1).

Ada opsi lain, sambung Rokhmin, yang lebih bermanfaat dari sekadar menenggelamkan. Rokhmin mengiyakan penenggelaman kapal diperlukan untuk menciptakan efek jera.

"Sepanjang sejarah NKRI, kamilah yang pertama menenggelamkan kapal ikan asing. Tapi itu berlangsung hanya setengah tahun, untuk memberikan efek jera. Setelah itu kapal ikan sitaan tersebut kita hibahkan kepada nelayan Indonesia," kata Rokhmin.

Rokhmin mengajak semua pemegang kendali atas kelautan, perikanan, dan kemaritiman untuk bersama-sama fokus pada masalah yang jauh lebih penting. Salah satunya, masalah produksi dan ekspor ikan.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement