REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keponakan Setya Novanto, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo, menggunakan jasa "money changer" untuk membawa 2,65 juta dolar AS dari Mauritius ke Jakarta. Hal tersebut diketahui saat sidang di pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (11/1).
"Jadi pada Januari 2012, Irvanto datang ke kantor, dia mengatakan ada dolar di luar negeri cuma mau tukar, dia tidak tidak mau terima rupiah di Indonesia jadi mau tetap terima dolar di Jakarta yang berasal dari luar negeri itu namanya barter," kata marketing PT Inti Valuta Money Changer Riswan alias Iwan Barala dalam persidangan.
Iwan bersaksi untuk Setya Novanto (Setnov) yang didakwa menerima 7,3 juta dolar AS dan jam tangan Richard Mille senilai 135 ribu dolar AS dari proyek KTP-Elektronik.
"Karena saya tidak punya jalur jadi saya hubungi bu Yuli Hira dari PT Berkah Langgeng Abadi, dan dia bisa kirim dolar dari Singapura," ungkap Irwan.
Jumlah dolar yang didatangkan dari luar negeri itu adalah senilai 2,65 juta dolar dolar AS dengan "fee" Rp 100 per 1 dolar AS. Pembagiannya, PT Inti Valuta Money Changer mendapatkan Rp 60 atau totalnya sekitar Rp 156 juta sedangkan PT Berkah Langgeng Abadi sebesar Rp 40 per 1 dolar AS.
"Saya baru ingat asal negaranya dari Mauritius," tambah Iwan. "Apakah pernah dengar dari Biomorf Mauritius?" tanya jaksa penuntut umum KPK Irene Putri. "Tidak pernah dengar," jawab Iwan.
Uang dolar yang sudah ada di tangan Iwan lalu diambil oleh orang suruhan Irvanto sebanyak 3 kali pengambilan. Dalam dakwaan Setya Novanto disebutkan bahwa para pengusaha yang mengerjakan tender KTP-El yaitu Andi Agustinus, Paulus Tannos, Anang Sugiana bertemu di apartemen Pacific Place dan menyepakai "fee" sebesar 3,5 juta dolar AS untuk Setnov akan direalisasikan oleh Direktur PT Quadra Solutions Anang Sugiana dan dananya diambilkan dari bagian pembayaran PT Quadra Solution kepada Johannes Marliem melalui perusahaan Biomorf Mauritius dan PT Biomorf Lone Indonesia.
Modusnya dengan mentransfer ke rekening Made Oka Masagung di Singapura dan yang akan menyerahkan kepada Novanto adalah Made Oka Masagung. Untuk itu Johanes Marliem akan mengirim beberapa "invoice" kepada Anang Sugiana sebagai dasar untuk pengiriman uang sehingga seolah-olah pengiriman uang tersebut merupakan pembayaran PT Quadra Solution kepada Biomorf Mauritius atau PT Biomorf Lone Indonesia.
Novanto didakwakan pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar.