REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bareskrim mengajukan red notice untuk memburu Honggo Wedratno, tersangka kasus korupsi kondensat yang merugikan negara hingga Rp38 triliun. Bareskrim menduga Honggo berada di luar negeri.
"Honggo masih dalam pencarian, ini kita sedang upayakan, kita sudah kirim red notice-nya," kata Kabareskrim Komjen Ari Dono Sukmanto di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (11/1).
Bareskrim juga telah berkomunikasi dengan Interpol untuk memburu Honggo. Selama dua tahun terakhir, Honggo terakhir kali diketahui berada di Singapura untuk melakukan penyembuhan pascaoperasi Jantung.
Saat ini, berkas perkara kasus kondensat tersebut telah dinyatakan lengkap atau P-21 oleh Kejaksaan Agung setelah bolak-balik dikirim oleh penyidik Polri. Namun, progress kasus tersebut kembali terhenti ketika proses tahap dua atau penyerahan bukti dan tersangka yang sejatinya dilaksanakan Senin (8/1) dibatalkan.
Ari Dono beralasan, pembatalan tersebut lantaran keinginan Jaksa agar ketiga tersangka dapat diserahkan. Dua tersangka yang sudah ada adalah Raden Priyono dan Djoko Harsono. "Dari JPU menghendaki ada tiga tersangka, baru ada dua tersangka yang sudah siap," ujarnya.
Ari menambahkan, pihaknya berupaya maksimal untuk dapat menghadirkan ketiganya. Namun, apabila tidak berhasil, maka tahap dua akan dilakukan untuk dua tersangka terlebih dahulu.
"Nanti dalam waktu tertentu kalau upaya kita maksimal kalau bisa tiga, Alhamdulillah kalau tidak bisa mungkin dua dulu," Kata Ari.
Sejak Mei 2015, penyidik sudah menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam kasus kondensat ini. Mereka adalah Raden Priyono, Djoko Harsono, dan Honggo Wendratno. Raden Priyono dan Djoko Harsono sudah diketahui posisinya. Sementara Honggo Wendratno belum ditahan, terakhir kali diketahui menjalani perawatan kesehatan pascaoperasi jantung di Singapura.
Perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh para tersangka adalah Tindak Pidana Korupsi Pengolahan Kondensat Bagian Negara. Mereka dinilai melawan humum karena pengolahan itu tanpa dilengkapi kontrak kerjasama, mengambil dan mengolah serta menjual kondensat bagian negara yang merugikan keuangan negara. Sebagaimana telah dilakukan audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan RI, sebesar kerugian negara mencapai USD 2.717.894.359,49 atau Rp 38 miliar.
Dalam kasus ini, para tersangka dijerat Pasal 2 atau pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31/1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20/2001 tentang perubahan atas UU No. 31/1999 tentang Tipikor.