REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG -- Pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Tangerang, Banten, menolak hukuman kebiri kimia terhadap Ws alias Babeh (49) pelaku sodomi terhadap 41 anak di Kecamatan Rajeg. Karena, kebiri kimia masih dianggap pro dan kontra.
"Alasannya masih terdapat pro dan kontra masyarakat meski peraturan hukuman kebiri sudah ada," kata Ketua Umum MUI Kabupaten Tangerang Ues Nawawi di Tangerang, Kamis (11/1).
Ues mengatakan, pihaknya setuju bila polisi menerapkan hukuman terberat atau maksimal penjara dalam waktu lama karena tindakan pelaku dianggap meresahkan para orang tua apalagi korban. Masalah itu sehubungan aparat Polresta Tangerang, mempertimbangkan untuk menjerat hukuman kebiri kimia terhadap Ws dan telah berkoordinasi dengan jaksa untuk menerapkan hukuman tersebut.
Kapolresta Tangerang, Kombes Pol Sabilul Alif mengatakan, penerapan hukuman itu mengacu pada Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 1 tahun 2016 dengan tindakan kebiri kimia atau pemasangan alat deteksi kepada pelaku. Selain menjerat kebiri kimia kepada pelaku, petugas juga menerapkan pasal 82 UU No. 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan hukuman maksimal 15 tahun penjara.
Pernyataan itu terkait para orang tua korban melaporkan Ws kepada petugas Polsek Rajeg karena telah melakukan tindakan kekerasan seksual berupa sodomi terhadap puluhan anak. Petugas kemudian bergerak cepat dan melakukan pendalaman kasus, kemudian diketahui korban mencapai 25 anak yang telah disodomi.
Pelaku sengaja melakukan aksi di pondok yang sudah dibangun sejak Oktober 2017 dengan alasan menerapkan ilmu kebal kepada anak. Namun, korban yang telah mengalami kekerasan seksual tersebut berumur 10 hingga 17 tahun dan laporan awal jumlahnya mencapai 25 anak.
Belakangan jumlah tersebut bertambah menjadi 41 anak karena petugas Polsek Rajeg dan Polresta Tangerang membuka posko pengaduan korban Ws. Pihaknya setuju polisi menerapkan hukuman dengan pasal yang terberat dan untuk kebiri masih dalam perdebatan.
Menurut dia, tindakan kejahatan seksual harus dengan hukuman yang paling berat dan polisi bertindak tegas. Meski begitu, pihaknya mengapresiasi upaya polisi bertindak cepat agar jumlah korban anak tidak bertambah.