Jumat 12 Jan 2018 08:30 WIB

Kedaulatan Desa Solusi Persempit Kesenjangan dan Kemiskinan

Ketua Umum INTANI Guntur Subagja mengupas materi
Foto: Dok INTANI
Ketua Umum INTANI Guntur Subagja mengupas materi "Membangun Indonesia dari Desa".

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Kesenjangan ekonomi di Indonesia masih tinggi. Kebijakan dan program pemerintah yang diklaim pro rakyat belum mampu mempersempit ketimpangan dan meningkatkan pemerataan.

Tingkat kemiskinan negeri ini masih mencapai 10,77 persen atau sekitar 27,7 juta jiwa penduduk miskin. Sementara rasio gini nasional kini masih 0,393 yang berarti satu persen penduduk kaya Indonesia menguasai 39,3 persen kekayaan nasional. Orang kaya juga menguasai aset keuangan lebih 60 persen.

Ketua Umum Insan Tani dan Nelayan Indonesia (INTANI), Guntur Subagja menyampaikan hal tersebut dalam Seminar Ekonomi Kerakyatan yang diselenggarakan  Pusat Kajian Ekonomi Kerakyatan (PKER/DEK) Fakultas Ekonomi & Bisnis Universitas Gadjah Mada, di Yogyakarta, Kamis (11/1). Seminar yang dipimpin moderator Prof Gunawan Sumodingrat, MEc, PhD juga menampilkan narasumber Fajar Sudarwo, direktur Sekolah Pamong.

Guntur Subagja yang membawakan materi "Membangun Indonesia dari Desa" menyebutkan solusi mempersempit kesenjangan adalah membangkitkan dan meningkatkan peran desa.

Tidak cukup hanya menyalurkan Dana Desa ke 74 ribu desa di Nusantara, tapi lebih dari itu mengembangkan desa secara otonom dengan kearifan lokal. "Desa seharusnya tidak lagi hanya menjadi alat birokrasi pemerintah, tapi motor yang menggerakkan produktivitas rakyat,"papar Guntur dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Jumat (12/1).

Ia  menambahkan, desa sebagai sentral sumberdaya manusia (human capital), pusat sumberdaya  alam, pusat sosial, dan ujung tombak politik memiliki kekuatan besar membangkitkan ekonomi dan kesejahteraan rakyat.

Fajar Sudarwo berpendapat sama. Ia prihatin terjadinya pergeseran fungsi desa yang dahulu mandiri, sekarang menjadi bagian dari birokrasi pemerintah. Ia menilai UU Nomor 6/2014 tentang Desa salah kaprah.

Nilai-nilai desa yang dulu dibangun secara kultural sudah hilang. Padahal peran desa selama ini sangat besar dalam pembangunan nasional. "Beberapa kali pemerintah meminta bantuan desa,"ujar Fajar.

Desa mempunyai perjalanan panjang atas peran strategis dan kemandiriannya dalam perjalanan bangsa Indonesia,  maka gerakan membangun dan  pemberkuasaan desa perlu kehati-hatian dan dengan cara yang tepat dan benar. Hal itu penting agar kekuatan-kekuatan dan ciri serta budaya desa tetap terjaga sebagai  salah satu kekuatan perjalanan bangsa ini.

Sebagai solusi kemandirian desa, Guntur menawarkan pengelolaan rantai pasok (supply chain management) komoditas desa. Di dalamnya ada peran langsung rakyat, pemerintah desa, BUMDes dan bersinergi dengan lembaga lain seperti perbankan dan korporasi lain.

Prof Gunawan Sumodiningrat menyimpulkan, agar kesadaran dan persamaan pandang tentang desa dan masyarakatnya agar menjadi lebih baik dan mempunyai daya saing baik dalam kancah nasional maupun internasional diperlukan sinergi yang utuh, komprehensif dan saling menguatkan antara ABCGFM ( Akademisi, Business institution, Comunity, Goverment, Finansial Institution, Media ) menuju bangsa yang berdaulat pangan, berdaulat ekonomi, berdaulat dalam kemandirian dimulai dari desa.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement