REPUBLIKA.CO.ID, AMMAN -- Israel menyetujui izin pembangunan 1.122 unit permukiman baru di seluruh Tepi Barat, pada Selasa (9/1). LSM Israel Peace Now mengatakan, negara tersebut juga telah mengumumkan tender untuk 651 unit rumah baru.
Direktur Urusan Luar Negeri Peace Now, Brian Reeves mengatakan pemerintah Israel berusaha menghancurkan kemungkinan solusi dua negara dan prospek perdamaian dengan membangun lebih banyak lagi rumah di permukiman.
"Agenda ini bertentangan dengan kepentingan nasional Israel, juga kepentingan setiap orang yang mencari masa depan yang damai di wilayah ini," ujar Reeves.
Perdana Menteri Palestina Rami Hamdallah pada Kamis (11/1) mengecam kegiatan pembangunan permukiman Israel yang masih terus berlanjut. Dia meminta masyarakat internasional, terutama Uni Eropa, untuk mengambil langkah-langkah aktif untuk mengakui Palestina sebagai sebuah negara.
Menteri Pertahanan Israel Avigdor Lieberman mengatakan dia telah memerintahkan kemungkinan melegalkan Havat Gilad. Ia berupaya menjadikan Havat Gilad sebagai sebuah permukiman di antara permukiman lainnya di Tepi Barat.
Puluhan keluarga tinggal di Havat Gilad yang didirikan pada 2002, namun tidak ada rumah yang memiliki izin. Banyak bangunan yang telah dirubuhkan oleh Israel hanya untuk dibangun kembali.
"Keputusan Presiden (Donald) Trump untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel tidak hanya mendiskualifikasi AS tidak kembali memainkan peran konstruktif dalam proses perdamaian, namun juga memberikan kesempatan dan lampu hijau kepada pemerintah Israel mempercepat rencananya mencabut hak rakyat Palestina," kata juru runding Palestina, Saeb Erekat, dikutip Arab News.
Sementara anggota komite pelaksana Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), Hanan Ashrawi, mengatakan Israel telah menyegel nasib Tepi Barat dan negara Palestina secara sepihak. Sementara dunia nampaknya masih tak berdaya. "Kesombongan dan impunitas Israel memang memalukan," ungkapnya.