Jumat 12 Jan 2018 14:07 WIB

Impor Beras Jadi Pilihan, Haruskah?

Karyawan Bulog, melayani pembeli, beras murah, berlangsung, Operasi Pasar, Cadangan Beras Pemerintah, OP-CBP, kawasan, Pasar Inres, Lhokseumawe, Aceh, Peluncuran OP, dengan stok, CBP, secara nasional mencapai, 271 ribu ton, medium, seharga Rp8.000/Kg, atau Rp120.000/15 Kg, hingga akhir Januari 2018, upaya pemerintah, menekan kenaikan harga, stabilisasi harga, beras, tengah melambung dipasaran,
Foto: Rahmad/Antara
Karyawan Bulog, melayani pembeli, beras murah, berlangsung, Operasi Pasar, Cadangan Beras Pemerintah, OP-CBP, kawasan, Pasar Inres, Lhokseumawe, Aceh, Peluncuran OP, dengan stok, CBP, secara nasional mencapai, 271 ribu ton, medium, seharga Rp8.000/Kg, atau Rp120.000/15 Kg, hingga akhir Januari 2018, upaya pemerintah, menekan kenaikan harga, stabilisasi harga, beras, tengah melambung dipasaran,

REPUBLIKA.CO.ID, Harga beras medium yang beberapa pekan ini terus naik. Kondisi ini, akhirnya disikapi pemerintah dengan akan mengimpor 500 ribu ton untuk memperkuat stok pangan dalam rangka menekan harga beras di tingkat konsumen.

Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan, harga rata-rata beras medium di tingkat penggilingan pada Desember 2017 naik sebesar 2,66 persen menjadi Rp 9.526 per kilogram jika dibandingkan dengan November. Kenaikan harga beras, khususnya kualitas medium pada Desember 2017, tersebut akibat ada kenaikan permintaan dari masyarakat.

Masih menurut BPS, kenaikan rata-rata harga beras bukan hanya terjadi pada beras kualitas medium saja. Namun, untuk beras kualitas premium tercatat juga mengalami kenaikan menjadi Rp 9.860 per kilogram atau naik 3,37 persen dibandingkan bulan sebelumnya.

Soal impor beras Lembaga Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menginginkan, pemerintah untuk mengkaji opsi impor beras dalam rangka menekan tingginya harga beras medium yang dinilai membebani kalangan masyarakat, terutama warga miskin.

Kepala Penelitian CIPS Hizkia Respatiadi mengatakan, harga beras yang konsisten tinggi tentu akan memberatkan konsumen, terutama masyarakat miskin yang pendapatannya sama atau kurang dari Rp 300 ribu per bulan.

Harga beras yang naik dinilai menjadi salah satu kontributor kemiskinan mereka, serta penerapan harga eceran tertinggi (HET) merupakan cara instan dan bukannya solusi stabilitas harga beras jangka panjang. Saat ini pun banyak tempat penggilingan padi tutup karena harga gabah sudah lebih tinggi daripada HET.

Untuk itu, CIPS mendorong pemerintah untuk membuka keran impor untuk menstabilkan pasokan dan harga beras. Pemerintah bisa memanfaatkan kerja sama Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dengan mengimpor beras dari Thailand atau Vietnam yang harga berasnya lebih murah dari Indonesia.

Dalam jumpa pers di Kementerian Perdagangan, Kamis (11/1), Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita usai rapat bersama distributor dan asosiasi pedagangan ritel mengatakan, pemerintah akan impor beras dari berbagai negara, yaitu Vietnam dan Thailand.

Impor akan dapat dilakukan oleh PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero) dan mitra agar pemerintah bisa melakukan pengendalian. Pemerintah memastikan akhir Januari pasokan beras impor akan mulai masuk sehingga dapat mengisi kekosongan hingga musim panen pada bulan Februari dan Maret mendatang.

Dari hasil pantauan Kementerian Perdagangan, sekarang ini, harga beras medium sudah mulai terkendali karena tidak ada lagi lonjakan harga. Kendati demikian, harga beras di pasaran belum stabil sesuai dengan ketentuan harga eceran tertinggi.

Jangan tahan stok

Adapun kategori beras khusus yang akan diimpor pemerintah adalah jenis beras khusus yang tidak ditanam di dalam negeri dan memastikan beras yang masuk kategori IR-64 bukanlah beras khusus yang akan diimpor.

Pemerintah mengklaim akan membeli beras kategori khusus itu dengan harga berapa pun namun akan tetap dijual sesuai dengan harga eceran tertinggi (HET) beras medium, yakni Rp 9.450 per kilogram. Jenis berasnya sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 01 Tahun 2018, itu kategori beras khusus yang kami bisa masukkan langsung.

Soal melonjaknya harga beras, terutama beras kualitas medium, memang sebaiknya tidak perlu dipertentangkan karena penyebabnya berada di hulu atau hilir. Tapi yang terpenting saat ini bukanlah menggali penyebabnya, melainkan memenuhi kebutuhan beras untuk rakyat.

Di saat harga beras yang naik, pemerintah pun mengimbau agar para pemasok, distributor hingga pedagang tidak menahan stok beras mereka dan melakukan penimbunan di tengah kenaikan harga beras.

Sesuai Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20 Tahun 2017 tentang Pendaftaran Pelaku Usaha Distribusi Barang Kebutuhan Pokok, maka distributor dan pedagang wajib melaporkan badan usahanya, kepemilikan gudang dan stok barang mereka kepada pemerintah.

Apabila tidak melaporkan dan ditemukan di suatu tempat di mana di situ tersedia beras yang tidak dilaporkan, ancamannya komoditas itu dianggap ilegal dan atau penimbun beras. Pemerintah pun memastikan pelakunya akan diproses secara hukum karena itu sudah diundangkan dan sudah disosialisasikan.

Kementerian Perdagangan telah menggelar operasi pasar besar-besaran untuk menanggulangi kenaikan harga beras. Pihaknya melakukan pengecekan dan pemantauan dengan mengerahkan 150 orang staf bersama divisi regional dan subdivisi regional Bulog dalam penyaluran beras medium.

Pemerintah menyuplai pasokan beras di sejumlah wilayah terutama daerah dengan kenaikan beras paling tajam pada lebih dari 2.500 titik pasar tradisional. Pedagang pasar wajib menjual beras eks Bulog. Kalau ada pedagang beras di pasar yang tidak mau menjual, maka patut diduga, pedagang hanya mau menikmati keuntungan yang berlebihan dengan memainkan harga.

Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) menyatakan, siap menyediakan beras kualitas premium dengan sesuai HET yang telah ditentukan pemerintah sebesar Rp 12.800 per kg. Asosiasi yang beranggotakan hampir 35 ribu toko ritel di seluruh Indonesia itu, bahkan berniat untuk mengampanyekan harga beras yang telah berangsur stabil.

Stabilisasi harga juga akan segera terjadi setelah keputusan importasi sebelum panen raya pada Februari-Maret mendatang.

Sejak akhir 2017 memang terjadi gejolak harga beras karena tidak seimbangnya antara pasokan dan permintaan. Pengusaha ritel sendiri tidak memiliki pilihan selain ikut menjual sesuai kondisi yang ada di mana harga dari pemasok dan distributor berbeda dari HET yang disepakati.

Disaat kenaikan harga beras yang tajam, bukan tidak mungkin jika pedagang juga tergiur untuk mengambil keuntungan bagi dirinya sendiri.

Pemerintah memastikan tidak mau mengambil risiko kekurangan pasokan, sehingga ambil langkah mengimpor beras khusus, beras yang tidak ditanam di dalam negeri

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement