REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Reserse Kriminal Polri harus mengunda sementara pengusutan kasus dugaan ujaran kebencian dengan terlapor anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Fraksi Partai Nasdem Viktor Laiskodat. Hal ini karena Polri akan manunda pengusutan kasus yang melibatkan calon kepala daerah dalam kontestasi Pilkada 2018. Sedangkan Viktor sendiri diketahui menjadi calon gubernur Nusa Tenggara Timur.
Ketika dikonfirmasi soal Viktor dan calon lainnya yang terlibat kasus hukum baik sebagai saksi terlapor, pelapor maupun tersangka, Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Komisaris Besar Martinus Sitompul mengatakan penundaan diterapkan pada semua pasangan yang nantinya ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 12 Februari 2018 mendatang.
"Semua yang terkait pasangan calon yang ditetapkan, ini kita tunda. Sementara ya," kata dia di Markas Besar Polri, Jakarta, Jumat (12/1).
Martinus menjelaskan, penundaan proses hukum tersebut maksudnya tidak dilakukan proses hukum dahulu sementara saat tahapan penetapan, tahapan pemilihan sampai munculnya Sengketa di MK. Penundaan ini, kata dia bertujuan agar tidak dimanfaatkan oleh para pendukung atau siapapun yang terkait dengan simpatisan pasangan calon, kemudian melaporkan paslon lainnya.
"Ini berpotensi untuk menimbulkan kegaduhan, menimbulkan satu upaya upaya black campaign sehingga perlu dilakukan upaya untuk menunda ini sehingga pelaksanaan proses demokrasi ini," kata dia.
Sehingga, lanjut Martinus, pilkada ini bisa berlangsung dengan baik. Pengecualian penundaan kasus dilakukan pada kasus hukum dengan unsur operasi tangkap tangan (OTT). "Itu tentu diproses," kata dia.
Martinus mengatakan, penundaan seperti ini bukan hanya dilakukan saat pilkada tahun 2018 ini saja. Namun, dalam pilkada sebelumnya, Polri juga telah melakukan penundaan sementara pada kasus calon kepala daerah.
"Ini bukan hanya pilkada ini, di pilkada sebelumnya juga dilakukan yang sama," kata Martinus.
Viktor Laiskodat yang mencalonkan diri sebagai calon gubernur Nusa Tenggara Timur dilaporkan ke Bareskrim Polri atas dugaan ujaran kebencian dan permusuhan terkait pidatonya di Nusa Tenggara Timur pada 1 Agustus 2017 lalu. Pidato Viktor di NTT tersebut pun viral di dunia maya. Dalam video tersebut, Viktor diduga menuduh empat partai yaitu Gerindra, Demokrat, PKS, dan PAN mendukung adanya khilafah karena menolak Perppu Ormas.
Dalam perkembangan kasus ini, penyelidikan Polri terganjal status Viktor yang merupakan anggota DPR, apakah saat mengungkapkan pidato tersebut dalam rangka menjalankan tugas sebagai anggota dewan atau bukan. Jika saat berujar di pidato tersebut Viktor merupakan anggota dewan, sesuai MD3, maka Viktor mendapatkan hak imunitas dan proses hukum Bareskrim tidak bisa berlanjut.
Nama calon gubernur lain yang terlibat perkara hukum adalah calon Gubernur Papua pejawat Lukas Enembe. Terakhir, Lukas memenuhi panggilan penyidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi Badan Reserse Kriminal (Dittipidkor Bareskrim) Polri, Senin 4 September2017 lalu.
Dia diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi penggunaan anggaran pendidikan berupa beasiswa untuk mahasiswa Papua pada tahun anggaran 2016.