REPUBLIKA.CO.ID, MAGELANG -- Kementerian Pertanian mengaku kecewa dengan putusan impor beras yang dilakukan pemerintah. Meski impor yang dilakukan adalah beras khusus untuk kebutuhan industri, bukan konsumsi.
"Dua tahun tidak impor beras, yang kita impor adalah beras khusus untuk industri," kata Direktur Buah dan Florikultura Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian Sarwo Edhie usai ditemui dalam acara panen di Desa Banyurejo, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang, Jumat (12/1).
Hari ini saja, kata dia, petani mampu panen 8 hektare dari 23 hektare lahan di desa tersebut. Produktivitasnya pun mencapai 6,8 ton Gabah Kering Giling (GKG) per hektare. Angka tersebut melebihi rata-rata produktivitas nasional sebesar 5,2 ton per hektare.
Menurutnya, jika bicara produksi nasional, pihaknya berupaya melakukan luas tambah tanam (LTT) 1 juta hektare per bulan. Dengan produktivitas 5,2 ton per hektare maka akan dihasilkan produksi beras melebihi kebutuhan nasional yang mencapai 2,3 juta ton per bulan.
Menurutnya, hal tersebut karena adanya manajemen tanam guna mengatur pertanaman budidaya padi. Sehingga bisa terus tanam dan terjadi panen setiap hari. Dengan begitu, diharapkan mampumencegah impor.
Sayangnya, Kementerian Perdagangan telah mengetok palu untuk melakukan impor beras sebesar 500 ribu ton dari Thailand dan Vietnam. Ia pun mengaku kecewa dengan putusan tersebut lantaran merugikan petani.
"Kami sangat kecewa karena petani sudah berdarah-darah dan produksi berlimpah," kata dia.
Kekecewaan juga dirasakan petani di Kabupaten Magelang. "Ini sangat menyakitkan karena pada dasarnya petani mampu memproduksi," ujar Wakil Ketua GabunganKelompok Tani (Gapoktan) Tunas Jaya Warsito.
Pada Januari ini, Kabupaten Magelang panen pada lahan seluas 3.652 hektare dengan produktivitas rata-rata 6,3 ton per hektare. Hasil yang dihasilkan diperkirakan mencapai 21.380 ton GKG setara 13.512 ton beras. Kebutuhan beras di Kabupaten Magelang sendiri sebesar 11.583 ton per bulan yang artinya ada surplus sebanyak 1.929 ton.
Adanya impor beras berpotensi besar menghancurkan para petani. Padahal kini petani sedang merasakan harga yang cukup baik. Ia mengatakan, pada Desember 2017 harga padi di tingkat petani Rp 4.300 per kg GKP. "Kalau hari ini Rp 4.800 per kg," ujarnya.
Varietas padi yang dihasilkan Desa Banyurejo merupakan IR64. Harga tersebut jauh melebihi Harga Pembelian Pemerintah (HPP) Rp 3.700 per kg.
Impor beras terakhir pernah dilakukan 2015 yang sempat merugikan petani. Ia menambahkan, saat itu impor membuat petani merugi Rp 2.500 per kg.