Sabtu 13 Jan 2018 17:28 WIB

Penundaan Kasus Paslon Pilkada Dinilai Rugikan Pemilih

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Bilal Ramadhan
Pilkada Serentak (Ilustrasi)
Foto: Republika/ Wihdan
Pilkada Serentak (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini tidak sependapat jika penegak hukum melakukan penundaan kasus hukum kepada calon kepala daerah selama Pilkada. Hal ini menurut Titi, merugikan pemilih untuk mendapatkan calon yang betul-betul lepas dari masalah hukum.

"Karena pemilih berhak mendapatkan calon yang betul-betul lepas dari masalah hukum. Jadi, kita harus melepaskan diri dari ketakutan soal ancaman stabilitas, ancaman kriminalisasi," ujar Titi saat ditemui di Kawasan Menteng, Jakarta pada Sabtu (13/1).

Ia mengatakan hukum harus adil dan tidak boleh diskriminatif. Meskipun demi alasan demokrasi, namun hukum harus menjadi panglima. "Politik tidak boleh jadi panglima. Hukum yang harus jadi panglima. Apalagi misalnya kasus korupsi harus ditunda hanya karena stabilitas, dan tidak mau dicitrakan kriminalisasi," ujar Titi.

Menurutnya, kalau pun untuk menghindari kriminalisasi mestinya Kapolri sudah paham dengan potensi kasus-kasus hukum. Karenanya ini juga menjadi tantangan Polri untuk mengukur netralitas Polri dalam Pilkada.

"Kalau Kapolri sudah paham ada potensi kasus-kasus hukum kepala daerah bisa dimainkan, kuatkan pengawasan, kuatkan pengendalian internal, kontrol jajarannya. Dan justru di sini jadi alat uji untuk mengukur netralitas dan profesionalitas Polri di dalam proses Pilkada. Jadi jangan bertaruh, jangan berjudi membiarkan orang bermasalah maju di Pilkada," kata Titi.

Sementara anggota Bawaslu Rahmat Bagja menilai penundaan kasus hukum kepada calon selama Pilkada harus dikecualikan menyangkut persoalan Pemilu. Hal ini agar kasus seperti money politik, ijazah palsu maupun pidana Pemilu lainnya tidak diendapkan mengingat berkaitan langsung dengan Pilkada.

"Karena itu berpengaruh langsung, beda halnya misalnya pelaporan urusan suami istri, atau pelaporan ringan yang sengaja hambat pencalonan seseorang," ujar Rahmat.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement