Ahad 14 Jan 2018 06:03 WIB

Fredrich, dari Drama Selamatkan Setnov Hingga Ditahan KPK

Pengacara Fredrich Yunadi berjalan menaiki tangga usai dijemput paksa oleh tim penyidik KPK di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu (13/1).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Pengacara Fredrich Yunadi berjalan menaiki tangga usai dijemput paksa oleh tim penyidik KPK di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu (13/1).

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA— KPK menahan pengacara Fredrich Yunadi seusai diperiksa sebagai tersangka di kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Jakarta, Sabtu (13/1). Fredrich diduga dengan sengaja mencegah dan merintangi penyidikan dugaan korupsi proyek KTP elektronik dengan tersangka Setya Novanto (Setnov).

Fredrich tiba di gedung KPK pada Sabtu dini hari sekitar pukul 00.08 WIB dengan dikawal oleh penyidik KPK Ambarita Damanik dan sejumlah petugas lainnya. Fredrich tampak mengenakan kaus hitam, celana jins, dan sepatu hitam dengah hanya membawa secarik kertas turun dari mobil petugas KPK.

Sebelumnya, Jumat (12/1) malam, KPK menahan dokter Rumah Sakit Medika Permata Hijau Bimanesh Sutarjo seusai diperiksa sebagai tersangka. Keduanya diduga bekerja sama membuat data-data medis yang diduga dimanipulasi untuk menghindari panggilan dan pemeriksaan penyidik KPK, termasuk dengan menyewa satu lantai RS Medika Permata Hijau.

Pemeriksaan pada hari itu berfokus pada lima pertanyaan. Kuasa hukum Fredrich, Sapriyanto Refa, menjelaskan, ada tiga hal yang menjadi substansi. Pertama, terkait dugaan manipulasi hasil rekam medis mantan ketua umum Golkar itu. Kedua, beberapa hari sebelum kecelakaan, sudah ada penyewaan kamar di Rumah Sakit (RS) Medika Permata Hijau.

"Kemudian, setelah kecelakaan (Kamis, 19 November) jam 9 malam, mem-booking kamar lagi, satu lantai. Itu persoalannya," ungkapnya.

Mengenai rekam medis, apa yang Fredrich sampaikan ke KPK sama dengan yang tersangka sampaikan kepadanya. Sebagai kuasa hukum, Sapriyanto membantah terdapat persekongkolan antara kliennya dan dokter RS Medika Permata Hijau Bimanesh Sutarjo. Kuasa hukum mengklaim, yang dilakukan kliennya sebatas berbicara dengan pihak Ikatan Dokter Indonesia (IDI) terkait kondisi kesehatan Novanto.

Terkait penyewaan kamar RS dari jauh hari, Fredrich juga membantah hal tersebut. Sapriyanto menerangkan, mantan pengacara Novanto tersebut baru menyewa kamar RS pada hari kejadian. Fredrich sendiri membantah telah melakukan pemesanan kepada Rumah Sakit Permata Hijau sebelum Novanto mengalami kecelakaan pada Kamis malam, 16 November 2017.

Dia membantah keras tuduhan tersebut. Ia justru mengatakan, tuduhan itu semata merupakan skenario untuk menyudutkan profesinya sebagai advokat. Pihaknya mengklaim bertindak kooperatif dengan memenuhi surat panggilan pemeriksaan yang baru pertama kali ia terima. Ia pun mengklaim sudah dijemput paksa meski belum 24 jam setelah surat panggilan pertama.

Pengacara yang kerap bepergian ke luar negeri ini berencana mengajukan praperadilan. Dia keluar dari gedung KPK Jakarta sekitar pukul 11.05 WIB setelah ditangkap dan dibawa ke gedung itu pada sekitar pukul 00.05 WIB. Ia ditahan selama 20 hari pertama di Rumah Tahanan (rutan) Jakarta Timur Kelas I cabang gedung KPK.

KPK membantah tudingan Fredrich terkait upaya menghabisi profesi advokat. “Kami mengajak semua pihak untuk tidak menggeneralisasi profesi advokat,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Sabtu (13/1).

KPK mengetahui, banyak advokat ketika menjalankan profesi pembelaan beriktikad baik sesuai dengan profesi dan tidak berupaya menghalang-halangi penegakan hukum. Hal yang sama juga ditegaskan Wakil Ketua KPK Laode M Syarif bahwa advokat atau dokter adalah profesi mulia yang ditujukan untuk melindungi hak-hak klien dan untuk mengobati orang-orang yang sakit.

Oleh karena itu, kata dia, advokat dan dokter diharapkan tidak menghalang-halangi penanganan kasus korupsi oleh penegak hukum karena hal itu berkonsekuensi hukum seperti dijelaskan di Pasal 21 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.

(ronggo astungkoro/arif satrio/antara, pengolah: erdy nasrul).

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement