REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Perwakilan Perdagangan AS (USTR) kembali memasukkan unit bisnis milik Alibaba, Taobao dalam daftar hitam atas dugaan penipuan. Alibaba menyatakan, aksi yang sudah dua kali dilakukan Pemerintah AS itu tak menghentikan upaya Alibaba memproteksi alamat IP.
Alibaba Group Holding Ltd merupakan satu dari 25 pasar daring dan 18 pasar riil yang masuk dalam daftar penyelenggara perdagangan nakal karena menjual barang bajakan dan palsu. Sementara kanal jual beli daring terbesar asal Cina, Taobao, masuk dalam daftar hitam USTR periode 2016 dan 2017, demikian dilansir Reuters, Sabtu (14/1).
Meski tak ada penalti yang dikenakan bila masuk dalam daftar hitam USTR, ini tetap meruntuhkan upaya Alibaba membangun citra. Konsumen jadi mempertanyakan kebijakan anti-pembajakan dan anti-barang palsu yang diterapkan Alibaba.
''Produk ilegal dalam volume besar dilaporkan tetap dijual Taobao. Para pemangku kepentingan juga terus melaporkan hambatan terkait IP di kanal tersebut,'' ungkap USTR.
USTR memahami Alibaba juga berusaha menekan penjualan barang ilegal di Taobao. Namun, jumlah yang demikian banyak menjadi tantangan.
USTR menyatakan data Alibaba tidak langsung merefleksikan lingkup dan status persoalan barang ilegal di Taobao. Alibaba, lanjut USTR, hanya menyatakan kemajuan yang mereka lakukan melawan produk ilegal.
Hal itu USTR lebih penting untuk segera diselesaikan karena menyangkut citra merek-merek global. ''Peting bagi Alibaba untuk mengembangkan perangkat yang lebih efektif untuk menyelesaikan dan menyesuaikan dengan sistem bisnis di AS,'' ungkap USTR.
Alibaba menyatakan pihaknya telah membuat program perlindungan IP yang lebih mudah. Hal itu membantu meningkatkan registrasi mitra hingga 11 persen dan membantu menyaring produk ilegal sebelum berhasil tampil di kanal.
''Keadaannya jelas, sebesar apapun usaha dan kemajuan yang kami buat, USTR tidak tertarik melihat itu,'' kata Presiden Alibaba Group Michael Evans dalam pernyataan resminya.