Ahad 14 Jan 2018 15:06 WIB

Advokat Bisa Dipidana Sepanjang Ada Iktikad Buruk

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Hazliansyah
Pengacara Fredrich Yunadi tiba usai dijemput paksa oleh tim penyidik KPK di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu (13/1).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Pengacara Fredrich Yunadi tiba usai dijemput paksa oleh tim penyidik KPK di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu (13/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Program Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), Julius Ibrani menuturkan advokat tetap bisa ditindak pidana. Sepanjang diketahui ada iktikad buruk dalam melakukan pembelaan terhadap kliennya.

"UU Advokat memang menjamin advokat tidak dapat dituntut baik pidana maupun perdata. Ini kalau dia menjalankan tugasnya dengan baik dan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Sebaliknya, kalau melanggar UU, beritikad buruk, maka bisa ditindak pidana," ujar dia di kantor Indonesia Corruption Watch (ICW) di Kalibata, Jakarta, Ahad (12/1).

Karena itu, terkait apa yang dilakukan Fredrich Yunadi, mantan kuasa hukum Setya Novanto yang kini telah menjadi tersangka KPK, Julius mengungkapkan, perbuatan dugaan pidana yang dikenakan kepada Fredrich tidak bisa dipandang sebagai serangan secara personal terhadap profesi advokat ataupun organisasi profesi. Misalnya Peradi, Ikadin, IPHI ataupun AAI.

Hal itu disebabkan perilaku advokat sendiri sudah diatur secara proporsional dalam Kode Etik Advokat Indonesia.

"Jadi ada opini yang menyesatkan. Ada yang mencoba menarik bahwa ini kriminalisasi terhadap advokat," tutur dia.

Pembelaan dan pendampingan Fredrich terhadap Novanto, lanjut dia, tidak berarti advokat juga ikut mengurus berbagai hal yang tidak berkaitan dengan proses dan upaya hukum yang sedang atau bakal ditempuh.

"Artinya, perbuatan seperti suap-menyuap, memesan kamar rumah sakit, atau berkomunikasi dengan panitera atau hakim dengan maksud untuk tawar-menawar, tidak dapat dibenarkan, meski dilakukan atas nama klien," ujarnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement