REPUBLIKA.CO.ID, SIEM REAP -- Jika kita memejamkan mata dan mendengarkan dengan seksama saat matahari terbenam di kota tua Siem Reap, di antara nyanyian dan lonceng yang berasal dari kuil Budha, terdengar samar sekelompok Muslim sedang beribadah.
Dilansir di Arab News, Ahad (14/1), muazin menyuarakan azan dari Masjid Al Neakma di jantung desa Muslim Siem Reap. Pintu gerbang menuju kota kuil warisan Dunia UNESCO Angkor Wat di Siem Reap juga merupakan rumah bagi komunitas Muslim yang cukup besar.
Satu tahun lalu sejak Kamboja mengarahkan pandangannya kepada Thailand dan Malaysia dalam mengembangkan industri halal. Tidak hanya menyediakan fasilitas bagi umat Muslim di Kamboja tetapi juga mengembangkan industri makanan halal yang menguntungkan.
Pada 2015 dan 2016, wisatawan yang berasal dari negara Muslim meningkat hingga 4,4 persen dan angka ini akan terus meningkat. Biasanya wisatawan Muslim akan mengunjungi Angkor Wat dengan Tomb Raidernya yang terkenal dari abad 12.
Namun di antara kuil-kuil tersebut sangat sedikit yang menyadari adanya komunitas Muslim lokal di Siem Reap. "Sebelum saya datang ke Kamboja, saya tidak tahu ada Muslim Kamboja dan saat itu saya sulit menemukan makanan dan tempat beribadah bagi saya dan keluarga,"jelas Harun Rashid turis Muslim asal Inggris yang berkunjung September tahun lalu.
Patung Buddha di Angkor Watt
Kemudian dia berbicara dengan teman Muslim yang baru saja berkunjung dan menceritakan tentang desa Muslim yang berada dekat dengan Angkor Wat. Setelah itu dia mulai mencari akomodasi terdekat dengan yang digambarkan.
Awalnya, Rashid berpikir akan memakan ikan dan sayuran saja untuk memastikan tidak ada hewan yang tidak halal yang dimakannya saat berada di Kamboja. Pemilik restoran Halal Siem Reap Backpackers Nasir Mahmud mengatakan turis Muslim di Angkor Wat speerti Rashid dan keluarganya sekarang memiliki akses mendapatkan makanan halal dan masjid untuk beribadah.
"Kami memiliki rumah pemotongan hewan halal yang dikelola umat Islam di desa. Disinilah daging yang dikonsumsi di rumah dan di restoran berasal," jelas dia.
Mahmud juga tidak menjual alkohol karena dia pun Muslim. Ini tentu membuat hidup lebih mudah bagi wisatawan Muslim ke Siem Reap. Masjid disini juga sangat terbuka untuk mereka.
Wisatawan juga tidak perlu bertanya lagi mengenai kaldu ayam yang dibuatnya mengandung babi atau tidak. Kedengarannya memang tidak ada perbedaan besar, tetapi tentu restoran halal dan tempat ibadah menjadi hal utama saat bepergian dengan keluarga.
Desa Muslim Siem Reap ada di Phum Steung May, sebelah barat Sungai Siem Reap dan pasar wisata utama kota, Psar Chas. Komunitas ini berpusat di sekitar masjid yang baru dibangun, di sampingnya adalah sebuah sekolah agama dan pemakaman desa.
Muslim Kamboja sedang silaturahim.
Rumah Muslim di sini tidak dapat dibedakan dari tetangga mereka yang beragama Budha, kedua komunitas tersebut hidup berdampingan. "Di sini, umat Islam dan Budha semua hidup bersama sebagai teman dan tetangga. Kami semua akur," kata Mahmud.
Ayah berusia 48 tahun itu juga mengendarai taksi tuk tuk setempat. Dia membuka restorannya dua tahun lalu setelah melihat kenaikan pelancong Muslim.
"Wisatawan berasal dari banyak negara Muslim, terutama Malaysia, Indonesia dan Singapura, dan banyak di antaranya adalah backpacker. Siem Reap tidak murah bagi wisatawan. Di restoran saya, orang-orang mendapatkan minuman gratis pada saat kedatangan dan makanan halal terbaik di kota," kata dia.
Pada saatnya, Mahmud berharap bisa mengembangkan restorannya menjadi pusat bagi wisatawan Muslim. Dia sudah menawarkan layanan pariwisata privat, mengatur akomodasi lokal, transportasi dan paket wisata untuk mengunjungi semua situs utama negara tersebut.
Restoran Mahmud berada tak jauh dari masjid di sepanjang jalur utama bisnis yang dimiliki oleh Muslim setempat di Phum Steung May.
Komunitasnya adalah semua suku Cham, yang nenek moyangnya pernah tinggal di kawasan Champa kuno di sepanjang pantai tengah dan selatan Vietnam modern. Awalnya adalah orang Hindu, banyak Chams mulai masuk Islam sekitar abad ke-15.
Kamboja tidak perlu beralih ke tetangganya untuk mewujudkan ambisi perjalanan halal. Dengan penduduk lokal seperti Mahmud di Phum Steung May, Kamboja mungkin sudah memiliki kunci membuka pasar perjalanan Muslim.