REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil dua saksi dalam penyidikan tindak pidana dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan dugaan tindak pidana korupsi proyek KTP-Elektronik atas tersangka Setya Novanto. Dua saksi itu, yakni Reza Pahlevi, anggota Polri yang juga ajudan Setya Novanto dan politikus Partai Golkar Aziz Samuel.
"Dua saksi itu akan diperiksa untuk tersangka Fredrich Yunadi," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin (15/1).
KPK sendiri telah menyampaikan surat ke Kapolri up Kadivpropam terkait pemeriksaan Reza tersebut. KPK telah menetapkan advokat Fredrich Yunadi yang juga mantan kuasa hukum Setya Novanto dan dokter RS Medika Permata Hijau Bimanesh Sutarjo sebagai tersangka terkait kasus itu pada Rabu (10/1).
Reza juga telah dicegah keluar negeri selama enam bulan ke depan terhitung sejak 8 Desember 2017 untuk penyidikan kasus tersebut. Reza juga diketahui ikut dalam mobil saat peristiwa kecelakaan lalu lintas yang menimpa Setya Novanto pada 16 November 2017.
Fredrich dan Bimanesh diduga bekerja sama untuk memasukkan tersangka Setya Novanto ke rumah sakit untuk dilakukan rawat inap dengan data-data medis yang diduga dimanipulasi sedemikian rupa untuk menghindari panggilan dan pemeriksaan oleh penyidik KPK. Keduanya pun telah resmi ditahan KPK untuk kepentingan penyidikan selama 20 hari ke depan.
Bimanesh terlebih dahulu ditahan sejak Jumat (12/1) malam di Rutan KPK Cabang Pomdam Jaya Guntur. Sedangkan Fredrich ditahan sejak Sabtu (13/1) siang di Rutan Negara Klas I Jakarta Timur Cabang Rutan KPK.
Atas perbuatannya tersebut, Fredrich dan Bimanesh disangkakan melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Pasal tersebut mengatur mengenai orang yang sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang terdakwa dalam perkara korupsi dapat dipidana maksimal 12 tahun dan denda paling banyak Rp 600 juta.