REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Republik Indonesia Jusuf Kalla menegaskan, impor beras tidak akan mengganggu harga beras di petani. Menurutnya, impor tersebut untuk menambah dan memperkuat cadangan beras nasional di Bulog yang saat ini sekitar 930 ribu ton. Adapun, stok beras nasional di Bulog harus berada di atas 1 juta ton.
Jusuf Kalla menjelaskan, apabila harga beras di pasar naik maka petani juga akan ikut terkena dampak. Sebab, terdapat perbedaan antara petani pada zaman sekarang dengan petani pada zaman dahulu. Menurutnya, petani zaman dahulu petani memiliki lumbung beras yang digunakan untuk menyimpan hasil panen. Sehingga untuk konsumsi sehari-hari, petani hanya mengambil dari hasil panen saja.
Sementara, petani zaman sekarang langsung menjual gabahnya ke penggilingan. Sehingga mereka tetap membeli beras di pasar seperti masyarakat pada umumnya. Oleh karena itu, jika harga beras naik, maka petani juga akan terkena dampaknya.
"Jadi kalau naik harga (beras) bukannya petani untung, susah juga, dia jual murah itu gabahnya dia beli mahal berasnya, jadi kenapa kita harus cepat menstabilkan (harga beras) ini,"kata Jusuf Kalla di kantornya, Jakarta, Senin (15/1).
Jusuf Kalla mengatakan, memang sempat ada perbedaan data antara produksi dan konsumsi beras di masyarakat. Perbedaan data juga terjadi di Kementerian Pertanian dan Badan Pusat Statistik (BPS). Oleh karena itu sekitar 2015 lalu, Jusuf Kalla sempat menggelar demo masak nasi di kantornya guna mengetahui tingkat konsumsi beras di masyarakat. Menurutnya, konsumsi beras di masyarakat hanya 114 kilogram per tahun per kapita.
Dengan jumlah penduduk sekitar 220-260 juta jiwa, maka Indonesia membutuhkan sekitar 28 juta ton beras per tahun. Sementara, produksi beras paling tinggi yakni 30 juta ton per tahun sehingga menurut Jusuf Kalla, Indonesia tidak pernah ekspor beras.
"Tidak ada pernah ekspor beras, jadi produksi kita paling tinggi 30 juta ton beras, begitu sedikit ada yang jelek (kualitasnya) bisa jadi masalah," kata Jusuf Kalla.