Kamis 11 Jan 2018 21:18 WIB

Musdah Mulia: Pegang Teguh Pancasila-Bhinneka Tunggal Ika

Red: Fernan Rahadi
Prof Siti Musdah Mulia
Foto: BNPT
Prof Siti Musdah Mulia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gong Pilkada serentak 2018 sudah ditabuh di 171 wilayah, baik provinsi, kota, dan kabupaten. Suasana ‘hangat’ pun langsung berhembus di atas Bumi Nusantara menyambut pertarungan para kandidat memperebutkan kursi kepala daerah. 

Namun di tengah eforia demokrasi tersebut, masyarakat diminta untuk lebih pintar dan dewasa dalam menyikapi pelaksanaan Pilkada serentak ini, terutama saat berlangsungnya masa kampanye.

Pasalnya, di masa kampanye itu diperkirakan akan banyak terjadi ‘perang’ kampanye hitam berupa hoaks dan narasi kekerasan, terutama di dunia maya, yang bisa memicu terjadinya kericuhan dan perpecahan di dalam masyarakat. Lebih bahaya lagi, bila hoaks dan narasa kekerasan itu menggunakan simbol-simbol SARA.

Potensi pemanfaatan identitas primordial dan kultural dikhwatirkan dapat menimbulkan anarkiisme sosial yang dapat memecah belah persatuan bangsa. Ketua Umum Yayasan  Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP), Prof Dr Siti Musdah Mulia mengajak kepada seluruh komponen bangsa agar tahun 2018 ini bisa diwujudkan sebagai tahun damai tanpa kebencian maupun kekerasan sehingga persatuan antar seluruh umat dapat terjaga dengan baik

“Saya sependapat bahwa tahun 2018 dikatakan sebagai tahun politik. Untuk menjaga agar mewujudkan situasi selama Pilkada serentak ini tetap damai tentunya perlu ada persiapan bagi kita semua agar tidak timbul gejolak, apalagi timbul konflik dan peperangan di antar umat dan antar warga bangsa,” ujar Musdah Mulia saat ditemui di Jakarta, Kamis (11/1).

Untuk itu, ia meminta kepada  seluruh warga negara, seluruh elemen bangsa, baik itu para elit, penguasa, elit-elit partai politik harus sungguh-sungguh menyadari bahwa membangun bangsa Indonesia itu adalah sebuah kerja keras yang sangat panjang.

“Kita membangun bangsa ini bukannya cuma dari sehari ke sehari, tetapi sudah 72 tahun lebih membangun Indonesia yang Bhinneka Tunggal Ika. Kita harus memikirkan jerih payah para founding fathers and mothers kita sejak mulai sebelum Proklamasi sampai sekarang bahwa ini adalah sebuah usaha yang panjang dan usaha yang sangat mulia,” ujar Ketua Lembaga Kajian Agama dan Jender (LKAJ) ini.

Oleh karena itu menurutnya, untuk mempertaruhkan kelangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara dirinya mengajak semua pihak untuk mencoba mendahulukan kepentingan bangsa daripada kepentingan ego,  pribadi,  maupun kepentingan partai dan juga kepentingan golongan. Karena mendahulukan kepentingan bangsa itu adalah sebagai kepentingan bersama untuk seluruh warga negara.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement