REPUBLIKA.CO.ID, DOHA -- Pihak berwenang Qatar mengumumkan melakukan pemantauan secara ketat salah satu anggota kerajaan yang ditahan Uni Emirat Arab (UEA).
"Negara Qatar memantau secara seksama mengenai situasi tersebut, namun karena pemutusan hubungan dengan UEA sulit untuk memastikan secara jelas kondisi di sana," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Qatar Lulua al-Khater.
Meskipun demikian, Al-Khater menambahkan pada prinsipnya negaranya melindungi hak setiap individu dan menegaskan hak keluarganya untuk melakukan semua sarana hukum untuk melindungi hak-haknya.
"Kami telah melihat perilaku serupa di masa lalu oleh negara-negara yang mengalami pengepungan di mana hak-hak individu dan pejabat sama-sama dilanggar dalam pelanggaran total terhadap norma, konvensi, dan undang-undang internasional tanpa tujuan yang jelas atau penalaran yang benar," ujar Al-Khater.
Sheikh Abdullah Ali Al Thani merilis sebuah video dirinya pada Ahad (14/1) yang menyatakan dia menjadi tahanan di ibu kota UEA, Dubai. Dia juga mengatakan jika ada sesuatu terjadi padanya maka Sheikh Mohammed yang bertanggung jawab. Ini tampaknya mengacu pada Putra Mahkota Mohammed bin Zayed.
"Saya saat ini berada di Abu Dhabi. Saya adalah tamu Sheikh Mohammed. Saya bukan lagi tamu, saya adalah tawanan," katanya dalam video yang telah beredar luas di media sosial tersebut, dikutip Aljazirah, Selasa (17/1).
"Mereka mengatakan kepada saya agar tidak pergi. Saya khawatir akan ada yang terjadi pada saya, dan orang-orang Qatar akan disalahkan. Jadi saya hanya ingin memberi tahu Anda jika terjadi sesuatu pada saya, orang-orang Qatar tidak bersalah," ujarnya.
Kementerian Luar Negeri UEA membantah Syekh Abdullah ditahan. "Syekh Abdullah Ali Al Thani dari Qatar datang sebagai tamu ke UEA, atas perintahnya sendiri," menurut pernyataan yang diterbitkan oleh kantor berita resmi Emirat WAM mengutip sumber resmi dari kementerian tersebut.
"Syekh Abdullah menikmati sambutan hangat dan ramah selama berada di UEA, setelah dia dilecehkan oleh pemerintah Qatar. Syekh Abdullah memiliki mobilitas dan kebebasan bergerak selama di UEA," kata pernyataan tersebut.
Akan tetapi, Qatar News Agency pada Ahad mengatakan Syekh Abdullah tampaknya sedang berbicara tentang penahanannya. Saudara laki-laki Syekh Abdullah, Syekh Khalid Bin Abdullah Al Thani, mengatakan, keluarganya mendengar dari Sheikh Abdullah dia dilarang meninggalkan UEA, dan dia bingung dengan semua informasi yang dia dapatkan di sana.
Sebelum video itu beredar, Sheikh Abdullah dan kedua putrinya diberi tahu mereka tidak dapat bepergian ke Inggris, ke Arab Saudi. Namun, pada suatu tengah malam mereka diminta pergi ke bandara dan mengambil penerbangan ke Inggris.
Setelah sampai di bandara informasi itu berubah, kata Syekh Khalid. Keluarga tersebut mengatakan Inggris menolak penerbangannya. Namun, menurut saudara laki-laki Syekh Abdullah, itu tidak benar.
Syekh Abdullah adalah seorang putra dari emir Qatar yang memerintah pada 1960-an. Dia menghilang dari publik selama beberapa dekade, dan muncul kembali pada musim panas lalu ketika krisis diplomatik besar terjadi.
Setelah Arab Saudi, UEA, Bahrain dan Mesir memblokade jalur darat, laut dan udara di Qatar pada Juni, Syekh Abdullah sering tampil di acara televisi Saudi dan UEA. Dia mengungkapkan pandangannya yang mendukung tindakan melawan Doha.
Pada pertemuan Liga Arab di Kairo pada September lalu, Menteri Luar Negeri Qatar Soltan bin Saad al-Muraikhi mengatakan Arab Saudi ingin menggulingkan emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani dan menggantikannya dengan Sheikh Abdullah.