Rabu 17 Jan 2018 17:13 WIB

KPPU: Pemerintah Harus Antisipasi Dua Hal Terkait Stok Beras

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Nidia Zuraya
Stok Beras Nasional. Pekerja memindahkan beras di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta. ilustrasi
Foto: Republika/ Wihdan
Stok Beras Nasional. Pekerja memindahkan beras di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta. ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menilai pemerintah harus mengantisipasi berbagai transisi kebijakan terkait beras dalam manajemen logistik. Hal ini berpengaruh kepada stok beras nasional. Komisioner KPPU RI, Saidah Sakwan mengatakan pemerintah harus mengantisipasi pola transisi dari kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET) dan beras keluarga sejahtera (rastra).

"Pola- pola transisi itu akan berpengaruh terhadap distribusi dan manajemen logistik beras. Nah ini yang harus diantisipasi pemerintah," ujar Saidah dalam diskusi Dinamika Harga dan Impor Beras di Jakarta, Rabu (17/1).

Selama ini HET dan rastra menjadi instrumen untuk stabilisasi harga beras. Mulai tahun lalu kebijakan rastra dialihkan dari beras menjadi tunai. Artinya, ada 15 juta rumah tangga yang beralih, dari awalnya mendapatkan jatah beras kemudian masuk ke pasar secara umum.

"Ini akan berpengaruh terhadap manajemen stok. Ketika mereka masuk ke pasar, artinya kompetisi semakin ketat, padahal selama ini demandnya berkurang karena ada rastra," kata Saidah.

Ketika rastra dihapuskan, penerima bantuan pemerintah akan merangsak ke pasar secara umum. Hal tersebut, kata Saidah, menimbulkan inefisiensi lumayan besar. Menurutnya yang terpenting bagi pemerintah yaitu melakukan manajemen transisi.

Kemudian persoalan HET, dimana menurutnya banyak sekali pelaku usaha yang check out, salah satunya PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk. Perusahaan tersebut yang sebelumnya merupakan mayoritas pelaku usaha di industri beras, kini sudah check out karena marginnya sudah semakin tergerus.

"Marginnya sudah semakin tergerus. Yang dulunya dia bisa jual Rp 22 ribu - Rp 35 ribu per kilogram, hari ini dipatok cuma bisa menjual Rp 12.300 per kilogram, artinya ini margin sudah tidak menguntungkan bagi industri beras," tutur Saidah.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement