Kamis 18 Jan 2018 06:47 WIB

PBNU Minta Para Ustaz Miliki Tema Dakwah yang Jelas

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Esthi Maharani
Sulton Fatoni (kiri)
Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Sulton Fatoni (kiri)

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Ketua PBNU Sulton Fatoni mengingatkan agar para ustaz di Indonesia agar memiliki tema jelas ketika berdakwah. Ia juga meminta para ustaz memperhatikan cara bertutur yang santun.

"Seorang Ustaz memiliki tugas mulia yang pikiran, perilaku, dan tutur katanya menjadi acuan bagi orang lain. Dia membimbing, mengarahkan, serta memberi ilmu. Makanya orang tersebut mendapat julukan Ustaz," ujar Sulton Fatoni saat dihubungi Republika, Rabu (17/1).

Seseorang yang mendapat gelar atau julukan Ustaz dituntut untuk memiliki wawasan yang luas tentang Islam. Jika seseorang dirasa masih belum mampu menguasai ilmu ke-Islaman, kemudian belum mampu mengimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari maka idealnya orang tersebut lebih berkonsentrasi dalam memperbaiki diri dan menempa ilmu untuk diri sendiri.

(Baca juga: PBNU: Materi yang Dibawakan Ustaz Zulkifli Bukan Dakwah)

Saat kriteria untuk menjadi Ustaz ini belum terpenuhi maka akan mudah bagi orang tersebut untuk masuk dalam materi yang tidak ada hubungannya dengan wacana ke-Islaman. Ia dipaksa berbicara sehingga temanya menjadi tidak jelas.

Dulu, lanjutnya, para Kiai membuat panduan moral untuk menjaga konsistensi atas materi yang akan diberikan. Didalamnya ditetapkan tema yang akan dibicarakan setiap bulannya sebagai upaya para Kiai untuk menjaga agar Ustaz-Ustaz yang ada bisa mawas diri, tidak berbicara melantur, dan agar menyiapkan materi sebaik mungkin.

"Dakwah ke-Islaman itu mengajak seseorang untuk berbuat baik. Mengajak untuk lebih tunduk kepada Tuhan. Lebih hati-hati melaksanakan perintah-perintah Tuhan. Serta lebih giat menghindari larangan-larangan Tuhan. Itu dakwah," ujar Sulton.

Contohnya di bulan  ini ada peristiwa kelahiran nabi, maka Kiai menyarankan untuk berbicara tentang keteladanan dan kelahiran nabi serta tema serupa. Hal tersebut sebenarnya sudah ditradisikan di Indonesia. Namun yang terjadi ketika seseorang tidak mempunyai kapasitas atas keilmuan itu, fiqih tidak bisa, tasawuf tidak menguasai, akhlak juga masih dangkal, tentang tauhid tidak bisa, maka orang ini akan cenderung menghindari tema klasik yang sudah disusun.

Akhirnya orang tersebut akan menghindari itu dan memilih membuat tema lain sesuka hati sementara panduan tersebut dibuat agar Ustaz tidak mudah terperangkap pada ujaran lenuh caci maki, kebencian, dan lain-lain.

"Saya pikir ini lebih pada kapasitas. Seseorang harus kembali memikirkan pada esensi apa itu dakwah sebenarnya agar tidak mudah masuk perangkap yang tidak menguntungkan," ucap Sulton.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement